Oleh: Muhamad Nur Hamid Hidayatullah
(Santri PPM. Al-Ashfa Yogyakarta)
إستكثر
من الناس من دعاء الخير لك، فإن العبد لا يدري على لسان من يستجاب له او يرحم
(رواه الخطيب عن أبي هريرة)
Artinya:
“Perbanyaklah meminta doa dari manusia untuk kebaikanmu, sebab
seorang hamba tidak akan tahu pada lisan manusia mana doa itu akan terkabul
atau diberikan kasih sayank. (HR. Al-Khatib dari Abi Hurairah)[1]
Ulasan:
Rasulullah Saw mengajarkan kita untuk meminta doa kebaikan
sebanyak mungkin dari manusia untuk kita. Sebab kita tidak tahu doa dari orang
mana yang akan dikabulkan oleh Allah SWT. Mungkin salah satu dari orang yang
kita mintai doa adalah kekasih Allah, orang yang memiliki hati yang tulus, atau
mungkin dosanya lebih sedikit dibandingkan kita, sehingga doa mereka diterima.
Kita tidak tahu itu.
Meminta doa dari orang lain terkandung pesan moral bahwa
kita tidak boleh underestimate orang lain. sebab terkadang ketika ketika
kita melihat orang lain yang “tampilannya” tidak sebagus kita, seringkali kita
anggap remeh. Di dalam pikiran kita akan terlintas meski dengan sangat cepat
perkataan menghina. Padahal kemuliaan seseorang bukan pada tampilan luarnya,
tapi ada pada ketaqwaannya.
Kita harus membiasakan diri berperasangka baik kepada
orang lain. Dengan berperasangka baik kita akan menjadi orang besar. Sebab –
seperti yang selalu dikatakan oleh Gus Shofi, pengasuh PPM. Al-Ashfa, guna
mengajari para santrinya - orang besar adalah mereka yang membesarkan orang
lain. mereka menempatkan orang lain lebih baik dari kita. Sehingga kita akan
termotivasi untuk melakukan kebaikan lebih. Sebaliknya, orang kerdil adalah
mereka yang sibuk menganggap orang lain kecil ketimbang dirinya. Orang seperti
itu biasanya dalam hatinya dipenuhi kesombongan. Dengan kata lain, meminta
orang lain mendoakan kita kepada Allah, berarti kita menghargai mereka.
Imam al-Ghazali pernah berkata ketika kita bertemu dengan
orang yang lebih tua maka kita harus berperasangka bahwa dia lebih baik dari
kita sebab dia beribadah sudah lama dibandingkan kita yang masih muda. Akan
tetapi ketika bertemu dengan anak yang paling muda dari kita, kita juga harus
memiliki perasangka bahwa dia lebih muda dariku artinya dosanya tidak sebanyak
dosaku. Ketika seseorang bisa melakukan itu maka akan terjalin rasa hormat
kepada yang lebih tua. Akhlaknya akan lebih dijaga di hadapan orang yang lebih
tua, tidak ‘umpak-umpakan’. Dan kepada yang lebih muda akan lebih sayang.
Perasaan itu yang akan membuat kita mendidiknya agar menjadi generasi yang
baik, tidak akan membiarkan ‘adiknya’ terjerembab ke dalam kebodohan, dan
kemaksiatan.
Satu hal yang harus digaris bawahi dalam memahami hadist
ini, jangan terjebak pada pemikiran yang sempit. Karena terlalu sering membaca
literatur google yang mengatakan bahwa berdoa kepada manusia adalah
kemusyrikan, lantas hadist ini dipahami meminta doa kepada manusia. Memang
berdoa kepada manusia adalah musyrik. Karena berdoa itu hanya kepada Allah SWT.
Namun, yang dibicarakan hadist tersebut bukan berdoa kepada manusia. Coba
cermati lagi redaksinya, di dalam matan tersebut menggunakan huruf Jar “min”
yang berarti dari, bukan “kepada”. Maksut hadist di atas adalah kita meminta
orang lain untuk berdoa kepada Allah SWT supaya Dia memberikan kebaikan, kelancaran
dan keberkahan untuk kita. Bukan kita berdoa kepada manusia!
Terakhir, secara tidak langsung, kita diingatkan untuk
saling bantu membantu dalam kebaikan. Mendoakan orang lain, secara tidak
langsung, membantunya keluar dari masalah yang dihadapi. Dan biasanya ketika
kita meminta doa dari saudara, kita akan mendoakan meraka kembali. (membantu
mereka lewat doa).
baca juga
https://pencilkubarokah.blogspot.co.id/2018/04/mencari-rizki-di-negeri-sendiri.html
[1] Baca kitab Mukhtarul Ahadist Annabawiyah wal Hikam
al-Muhammadiyah edisi yang ke 12, cetakan Karya Taha Putra Semarang. Halaman 20
0 komentar:
Posting Komentar