About


Get this widget:

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Senin, 28 November 2016

APA YANG SALAH DENGAN SARUNG?

APA YANG SALAH DENGAN SARUNG?



Sarung merupakan benteng muru'ah. Kenapa saya katakan “benteng muru'ah? Karena dengan memakai sarung seseorang akan malu untuk melakukan hal-hal yang melenceng dari “sarung”. Yakni terkait syara'. Misalnya, di bis dalam suatu perjalanan, seorang akan malu dengan sarungnya jika dia mencuri dompet orang lain atau melakukan pelecehan seksual. Sehingga dia tidak jadi melakukannya. Dia akan mikir dua kali; kalau nanti aku melakukannya, bagaimana dengan harga diriku? Bagaimana agamaku? Andai kata seseorang tersebut tidak mengenakan sarung kemungkinan besar sudah berbuat yang tidak-tidak.

Akan tetapi perisai sarung tersebut hilang hanya karena saat ini banyak yang memakai celana. Sehingga mau ke mall, misalnya, malu dan takut dipandang sebelah mata. Sarung diabaikan karena takut dianggap tidak ssesuai dengan adat, atau mungkin dianggap teroris. Sekarang pertaanyaannya adalah apakah martabat orang akan jatuh karena sarung? Orang yang mengikatkan kain di perutnya itu adalah orang miskin? Apakah dengan memakai sarung akan ditangkap polisi karena dcurigai mengebom? Tidak toh?!

Semua anggapan negatif yang akan keluar dari mulut orang yang yang antipati dengan Islam dan cekikik tawa yang mengganggu pendengaran ketika lewat di depan mereka, mungkin karena belum tahu tentang “penyarung”. Mereka perlu didekati dengan akhlak yang luhur. Bukan dibalas dengan cibiran dan makian juga. Saya yakin mereka yang membenci kaum sarungan belum mengenal betul siapa sih kaum sarungan itu. They hate us, because they are not us. Mereka membenci kita, karena mereka bukan kita.

Berbicara tentang sarung, tentu juga akan membahas orang yang sering memakainya, yaitu santri. Santri berarti orang yang hidup dan belajar di suatu lembaga “education is along life” pondok. Adapun pondok sendiri adalah lemabaga pendidikan islam yang menjadi penyeimbang pendidikan dari pemerintah. Ketika sosial ini mengalami krisis moral para pemimpin formal, maka santri hadir sebagai pemimpin tauladan non-formal.

Pondok bukanlah basis sarang tetoris! Namun pondok pesantren tersebut perlu digaris bawahi lagi lebih spesifik. Pondok yang bagaimana? Sebab, akhir-akhir ini pondok tidak hanya dari ormas Nahdlatul Ulama saja, pondok pesantren yang didirikan oleh paham radiklasisme pun ada. Akan tetapi pondok pesantren yang didirikan dari orang NU tidak akan searogansi pondok radikalasis. Seperti yang kita tahu saja. Santri-santri NU akan senantiasa memegang filosofi sarung, merangkul, moderat dan openmind. Ya, meski terkadang budaya konserfatis, memandang suatu permasalahan dari segi “hitam-putih”, namun tidak akan sampai hati mengakhiri hidup dengan meledakkan diri atau dengan membantai orang lain yang tidak sepaham.

Sekali lagi, kaum sarungan tidaklah negatif seperti yang terpikirkan kebanyakan. Ada sebuah cerita yang membuktikan bahwa orang bersarung bukanlah orang yang keras, miskin, atau katrok. Cerita ini saya alami sendiri ketika sedang mengantar Kiai saya dulu keluar kota. Beliau ingin beli mobil baru. Padahal mobil di rumah sudah tiga,, namun harus nambah lagi untuk kepentingan pondoknya. Beliau masuk ke toko mobil, dan melihat-lihat mobil yang hendak dibeli. Seorang pelayan kemudian menghampiri Kiai dan bertanya “ada yang bisa saya bantu, Pak?”. Kiai menjawab dengan senyuman yang tulus kepada pelayannya, “saya mau cari mobil Alphart, Mas.” sontak pelayan tersebut kaget. Saya dapat melihat ekspresinya ketika mendengar jawaban Yai. Mungkin di dalam benaknya tidak mungkin orang sarungan bisa membeli mobil, hla ini malah mau beli mobil Alphart. Mas pelayan tadi akhirnya hormat kepada Kiai, bahkan kalau ngomong sambil menundukkan pundaknya.


Dari peristiwa tersebut ada satu hal yang dapat dijadikan bahan evaluasi bagi kaum santri bahwa mereka kurang memperkenalkan diri kepada orang lain, tidak berani menunjukkan identitas dirinya. Sehingga selamanya dia tidak akan dikenal dan selamanya image santri jelek, teroris, dan kolot. Padahal santri itu bisa kaya, modern, dan moderat. Ucapan mudahnya, bagaimana orang lain bisa mengenali kita, kalau kita tidak menunjukkan diri dan memperkenalkan diri terlebih dahulu kepada mereka. Di mall aja takut pake sarung dan malu mengenakannya. Apalagi tampil di forum sebagai media dakwah, minder mesti. Banggalah menggunakan sarung!

terima kasih sudah membaca..
baca juga ya:

Minggu, 27 November 2016

Filsafat Ketuhanan

Filsafat Ketuhanan

Filsafat Ketuhanan adalah pemikiran tentang Tuhan dengan pendekatan akal budi, maka dipakai pendekatan yang disebut filosofis. Bagi orang yang menganut agama tertentu (terutama agama Islam, Kristen, Yahudi) akan menambahkan pendekatan wahyu di dalam usaha memikirkannya. Jadi Filsafat Ketuhanan adalah pemikiran para manusia dengan pendekatan akal budi tentang Tuhan. Usaha yang dilakukan manusia ini bukanlah untuk menemukan Tuhan secara absolut atau mutlak, namun mencari pertimbangan kemungkinan-kemungkinan bagi manusia untuk sampai pada kebenaran tentang Tuhan
Untuk dapat mengerti dengan definisi Tuhan atau Ilah yang tepat, berdasarkan logika Al-Quran ialah sebagai berikut :
Tuhan (ilah) ialah sesuatu yg dipentingkan (dianggap penting) oleh manusia sedemikian rupa, sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai oleh-Nya.
Ibnu Taimiyah memberikan definisi al-ilah sebagai berikut:
Al-ilah ialah: yang dipuja dengan penuh kecintaan hati, tunduk kepada-Nya, merendahkan diri di hadapannya, takut, dan mengharapkannya, kepadanya tempat berpasrah ketika berada dalam kesulitan, berdoa, dan bertawakal kepadanya untuk kemaslahatan diri, meminta perlindungan dari padanya, dan menimbulkan ketenangan di saat mengingatnya dan terpaut cinta kepadanya (M.Imaduddin, 1989:56)
Tuhan dalam pandangan Al Kindi adalah wujud yang hak (benar) yang bukan asalnya tidak ada kemudian menjadi ada. Ia selalu ada dan selalu ada. Tuhan adalah wujud yang sempurna yang tidak didahului oleh wujud lain, tidak berakhir wujud- Nya dan tidak da wujud kecuali dengan-Nya. (Ahmad Hanafi,1990:171) Secara substansial pengertian Tuhan menurut Al Kindi sama halnya dengan AlFarabi, ia mengatakan bahwa Tuhan adalah Allah SWT. Dia adalah wujud yang sempurna dan yang ada tanpa suatu sebab.
2.Hakekat Tuhan
Tuhan adalah penguasa tertinggi di jagad raya ini, Tuhan adalah Zat yang MahaTinggi dan Esa, Pencipta yang Maha Kuat dan Maha Tahu, yang abadi, penentu takdir, dan hakim bagi semesta alam. Menurut Alquran terdapat 99 asma’ul husna yang menunjukkan sifat-sifat Tuhan yang berbeda.
3.Pemikiran Tentang Tuhan
Di dalam sejarah pemikiran manusia, Tuhan dikonsepsikan oleh berbagai keyakinan dengan istilah yang berbeda-beda sehingga melahirkan berbagai macam agama dan ajaran, ada agama langit ( samawi ), agama bumi ( ardli ), kepercayaan atau keyakinan tentang segala yang menguasai keadaan dan sebagainya. Keyakinan itu bisa saja ditanamkan dalam hati dengan melihat segala hal yang ada di bumi.
4. Tuhan dalam Ajaran Agama-agama
Keyakinan tentang Tuhan dalam agama-agama yang ada di dunia diwujudkan dengan berbagai macam hal yang berbeda. Tuhan adalah sesuatu yang dianggap tinggi, dijunjung, diagungkan. Dalam realitanya, Tuhan direferinsikan ke dalam berbagai hal. Mereka orang yahudi menuhankan berhala, ada pula yang menuhankan hawa nafsu, harta benda, atau bahkan manusia.
5. Tuhan Allah
Konsep mengenai Illah dan Allah dapat dilihat dalam ucapan syahadat , yang artinya tidak ada Tuhan selain Allah, dan Muhhammad adalah utusan-Nya. Dari kalimat ini dapat diketahui dari awal manusia sudah ditanamkan keyakinan bahwa tidak adaTuhan selain Allah, Allah adalah zat yang Esa dan tidak ada sekutu bagi-Nya.Tuhan yang diartikan sesuatu yang dipentingkan
Implementasi Iman dan Takwa
Ѕеlаmа ini pemahaman tentang tauhid hanyalah dalam pengertian beriman kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Mempercayai saja keesaan Zat, Sifat, dan Perbuatan Allah, tanpa mengucapkan dengan lisan serta tanpa mengamalkan dengan perbuatan, tidak dapat dikatakan orang itu sudah bertauhid secara sempurna. Dalam pandangan Islam, yang dimaksud dengan tauhid yang sempurna adalah tauhid yang tercermin dalam ibadah dan dalam perbuatan praktis kehidupan manusia sehari-hari. Dengan kata lain, harus аdа kesatuan dan keharmonisan tauhid teoritis dan tauhid praktis dalam diri dan dalam kehidupan sehari-hari secara murni dan konsekuen.
Dalam menegakkan tauhid, seseorang harus menyatukan iman dan amal, konsep dan pelaksanaan, pikiran dan perbuatan, serta teks dan konteks. Dengan. demikian bertauhid adalah mengesakan Allah dalam pengertian yakin dan percaya kepada Allah melalui pikiran, membenarkan dalam hati, mengucapkan dengan lisan, dan mengamalkan dengan perbuatan. Oleh karena itu seseorang baru dapat dinyatakan beriman dan bertakwa pada Allah, apabila sudah mengucapkan kalimat tauhid dalam syahadat, kemudian diikuti dengan mengamalkan semua perintah Allah dan meninggalkan segala larangan-Nya.

terima kasih sudah membaca..
baca juga:

KNALPOT CEREWET, EMOSI MENCRET

KNALPOT CEREWET, EMOSI MENCRET

Oleh: Muh Nur Hamid H



Kerap kali ketika kita sedang jalan atau duduk santai di teras rumah tiba-tiba kita tersentak kaget oleh suara knalpot yang brisik dan memekak telinga. Kemudian dalam hati kita nggerundel bahkan memaki-maki orang yang pake motor ugal-ugalan tersebut. Anak muda bahkan orang tua sekalipun sering mengendarai sepeda motor dengan knalpot “neko-neko” ples cempreng. Motor bagus saja bikin jengkel apalagi motor “Lansia” berabad-abad.

Entah apa yang ada dalam pikiran mereka. Apa ada kepuasan tersendiri knalpotnya sudah meresahkan orang lain? Atau mereka bangga sudah membuat orang hampir jantungan? Saya tidak tahu pasti. Tapi yang jelas adalah perbuatan tersebut sudah mengganggu orang lain! Melanggar UU tentang ketenangan orang lain dan UU pasal 285 Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Apalagi mengingat bahwa kendaraan bermotor ada standart yang sudah ditentukan. Artinya jika standart tersebut tidak dipenuhi, maka motor tersebut tidak layak untuk digunakan dan jika dikendarai di jalan yang “taati tata tertib lalu lintas” jelas harus ditilang. Tapi sayangnya, saya belum pernah melihat pihak berwenang menilang orang-orang semacam itu.

Menurut pasal 285 Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, mnejelaskan bahwa pengendara motor yang membawa kendaran tidak memenuhi persyaratan teknis dan layak jalan (di antaranya knalpot) akan ditindak. Bunyi lengkap pasal tersebut adalah:

Setiap orang yang mengemudikan sepeda motor di jalan tidak memenuhi persyaratan teknis dan layak jalan yang meliputi kaca spion, klakson, lampu utama, lampu rem, lampu penunjuk arah, alat pemantul cahaya, alat pengukur kecepatan, knalpot, dan kedalaman alur ban sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 106 ayat (3) juncto Pasal 48 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak 250.000.00.

bahkan dalam sebuah artikel yang saya baca di internet (maaf tidak sempat melihat alamat situsnya) diterangkan bahwa ternyata ada tekanan dari masyarakat yang cukup tinggi berkaitan dengan knalpot motor racing yang sangat mengganggu ketenangan. Oleh karena itu, polisi mengaktifkan pasal tersebut sebagai prioritas razia.

Kata kuncinya adalah “Tidak memenuhi persyaratan teknis”. Jadi semua knalpot yang tidak memenuhi standart dan berisik akan ditindak lanjut. Akan tetapi sering timbul protes dari mereka yang kena tilang bahwa polisi tidak memiliki alat pengukur desibel suara, kenapa main tangkap saja? Sebetulnya, dasar kenapa menangkap knalpot brisik dan tidak memenuhi standart meski tanpa menggunakan alat desibel suara adalah bukan menggunakan dasar satuan keras suara, namun yang dicari adalah knalpot yang tidak memenuhi standat.

Oleh karena itu, pakailah komponen bermotor yang terstandartkan. Jangan “neko-neko” dan jangan mengganggu ketenangan orang lain. Kalau tetap “bandel” menggunakan knalpot pengganggu tersebut ya jangan emosi kalau kena tilang. Marilah kita taati aturan lalu lintas negara ini. Semuanya adalah demi kenyamanan bersama, untuk keselamatan bersama.

Jumat, 18 November 2016

SKEPTISISME; IHTIYATHAN-INTELEKRUALITAS


SKEPTISISME; IHTIYATHAN-INTELEKRUALITAS
Oleh: Must Hamid
     Husnudhan dan suudhan merupakan salah satu bentuk kecerobohan dalam intelektualitas, bukan dalam hal kepada Allah. Kalau kepada Allah muthlak kita berhusnudhan. Makanya benar jika skeptis adalah tokoh antagonis yang tidak memiliki kecondongan. Skeptisisme merupakan usaha kehati-hatian kita. Dari sikap skeptis tersebut akan menuntun kita kepada level analisa, pengkajian, dan observasi, meskipun teori tersebut sudah terbukti kebenarannya. Akan tetapi, tetap saja, kebenaran sifatnya masih temporal.
     Terkait husnudhan, kenapa saya katakan sebagai bentuk kecerobohan? Saya akan menjawab dengan menghadirkan contoh. Misalkan saja kita tahu teori darwin yang menyatakan bahwa manusia itu ada berasal dari monyet. Secara logika, teori ini unlogic. Bagaimana mungkin dikatakan manusia itu berasal dari monyet, sedangkan monyet zaman milinium yang sangat canggih tidak bisa menjadi manusia. Teori ini sebetulnya dapat dipatahkan, namun karena kita positif thinking (husnudhan), kita tidak mengkaji ulang dan tidak mengkritisinya.
    Malah dalam hati kita berkata “Oh, tidak perlu dikeritisi lagi, teori itu sebetulnya udah benar. Sayangnya aja kita tidak tahu. Siapa kita? Lebih pinter mana kita dibandingkan dengan Darwin?” Permisalan tersebut menggambarkan bahwa teori yang sebenarnya “salah”, menjadi tidak terkoreksi karena husnudhan kita.
     Suudhan pun bisa memalingkan dari kebenaran. Contohnya, teori tentang bumi datar (flate earth) adalah benar. Namun berhubung ada suudhan dalam benak dan hati kita, pernyataan tersebut dianggap salah dan tidak mau dicari kebenaran sesungguhnya; apakah bumi itu bulat atau datar. 
    Husnudhan dan suudhan hanya akan membelokkan kita dari kebenaran. Shahabat Ali r.a. pernah ngendiko “jika kamu ingin mengetahui kebenaran realitas sesungguhnya, maka buang cinta dan benci”. Stetement itu kemudian ditarik dalam pembahasan ini bahwa jika kamu ingin melihat kebenaran empirik maka buang husnudhan (sebagai manifestasi dari cinta) dan suudhan (sebagai gambaran dari benci).
      Sedangkan menurut Muallif kitab I’lamul muwaqi’in, al-Jauzy, menuturkan 3 sumber Islam; al-Quran, Sunnah, dan tidak tahu. Maksut tidak tahu di sini adalah bentuk skeptisisme. Sebenarnya paham tapi ingin menganalisanya lagi, mencari kejelasan, bertabayun. Mungkin nantinya akan memperkuat atau malah justru mengkritisinya sehingga muncul teori baru yang lebih baik dan relevan.
      Tidak tahu juga dapat dimaknai kesadaran diri akan kebodohan kita. Kita mengerti bahwa ilmu amatlah luas. Ibarat langit, di atas langit ada langit lagi. Oleh karena itu, kebenaran tidak akan cukup kalau hanya dikaji dari satu disiplin keilmuan saja. Maka tidak mengherankan jika ketika membaca kitab karangan para ‘Ulama terdahulu pasti ada kata-kata “wallahu a’lam bisshowab”, Allah lebih tahu kebenaran.

HANYA PERLU MEMBIASAKAN DIRI DAN BERTEKAT


HANYA PERLU MEMBIASAKAN DIRI DAN BERTEKAT
Oleh: Must_Hamid
     Kita tenttu sering melihat orang-orang kaya, pengusaha, mobil mewah, namun taraf pendidikannya tidak tinggi, standart, bahkan rendah. Di lain pihak, ada orang yang memiliki pendidikan tinggi, mempunyai titel akademik S1 sampai S2, namun masih menganggur, tidak memliki usaha. Mau nebeng usaha orang lain saja susah. Jadi mana yang benar?? mengapa pendidikan tinggi tidak menjamin kesuksesan seseorang? Malah justru orang yang berpendidikan rendah dapat tampil sebagai pengusaha sukses. Banyak orang yang dulu sekolahnya rendah, orang yang kuliah namun kemudian di drop out, menjadi sorotan masyarakat, pemikiran brilian, usaha yang dapat menembus pasar internasional. Sebetulnya apa sih yang menentukan kesuksesan itu? Apa harus dikolaborasi antara pendidikan yang tinggi dan tekat untuk kaya?
     Dalam benak penulis, fenomena tersebut memang terletak pada faktor keseimbangan tekat, bagaimana seseorang yakin dan optimis untuk mencapai kesuksesan dan pendidikan tinggi. Karena selama ini, ya katakanlah, seorang pengusaha sukses dalam pemasaran produknya, akan tetapi dia tidak sukses dalam pendidikannya. Padahal pendidikan pun merupakan hal penting. Begitu juga sebaliknya, seseorang sudah sukses meningkatkan taraf pendidikannya setinggi mungkin, S3 misalnya, tetapi orang tadi malah kehidupan finansialnya biasa-biasa saja, lebih ironi lagi, melarat.
      Oleh karena itu, keseimbangan tekat antara pendidikan dan usaha sangatlah penting. Logikanya, multi sukses dengan sukses dalam satu sektor lebih enak mana? Tentu lebih enak yang pertama tho? Memang yang harus kita bayar untuk itu tidaklah murah. Kita harus selalu keluar dari zona nyaman kemampuan kita. Kita harus menggodok potensi yang dianugrahkan Allah secara kontinu sehingga potensi tersebut dapat matang penuh. Tidak matang pada bagian-bagian tertentu.
     Masalahnya adalah kebanyakan dari kita tidak percaya akan kemampuan diri yang luar biasa. Manusia sangatlah luar biasa. Di dalam diri manusia terdapat otak yang dapat menampung beribu-ribu bahkan bertriliyun-triliyun informasi pengetahuan. Namun karena rasa tidak percaya kepada kebesaran Tuhan tersebut, nikmat tersebut harus terbengkalai. Atau dikarenakan rasa takut yang menggerogoti pikiran manusia.
      Manusia diciptakan dengan banyak sekali kemampuan, jadi tidak hanya satu kemampuan. Kemudian tinggal bagaimana menggali semua itu. Sebetulnya kan, seperti yang dikatakan oleh vashdev, manusia adalah makhluk kebiasaan. Artinya segala kehidupan manusia, baik adat, norma, huku, bahkan agama sekalipun, karena kebiasaan. Keilmuan dan kemampuan juga tergantung seberapa sering manusia membiasakan semua itu. Misalkan saja, seseorang sering belajar dan bermain piano, sudah tentu ia akan mahir memainkannya. Setelah orang tersebut menguasai piano, kemudian coba membiasakan diri dengan gitar dan hal yang berhubungan dengan gitar. Tak lama lagi dia akan menjadi lincah memetik gitar. Lho, Sudah dua bidang musik yang dikuasai; piano dan gitar.
     Mungkin contoh di atas terlalu susah difikirkan, kita sederhanakan saja contohnya, misalkan dulu kita belum bisa naik sepeda ontel kemudian kita latihan terus, setiap hari membiasakan diri menaikinya. Dalam waktu kurang dari seminggu, kita sudah bisa jalan-jalan dengan sepada ontel. Lalu, suatu saat kakak kita punya sepeda motor. Kita ingin sekali bisa mnegoprasikan sepeda motor tersebut. Lantas kita latihan dan terus latihan hingga kita terbiasa menaikinya. Dari sepeda ontel hingga sepeda motor dapat kita kuasai hanya dengan membiasakan diri.
       Hidup ini terlalu panjang untuk menyia-nyiakan anugrah Tuhan. Untuk apa agama mengajari kita untuk belajar sepanjang hidup. Artinya kita dtuntut untuk membiasakan diri dalam hal-hal positif. Kalau kita belajar dengan pikiran membiasakan diri, tidak berfikir “wah ini susah banget”, kita akan dapat menjadi orang multitalent.
      Kebiasaan tersebut kemudian disupport dengan tekat yang kuat. Tekat ibarat dalam sebuah mesin ada pelumas agar mesin tersebut lancar tidak ada yang “seret”. Dalam menempuh pendidikan dan karir pun, selain membiasakan diri dalam belajar dan berusaha, juga harus memiliki greget. Saya harus menjadi penulis! Dan selalu berusaha mewujudkannya dengan cara mengikuti latihan jurnalistik, mengikuti seminar, membaca buku, dan hal-hal lain yang berkaitan.
      Oleh karena itu, membiasakan diri dan bertekad merupakan hal yang penting untuk mencapai multipel kesuksesan. Dan kita tidak akan merasa terbebani dalam menggali kemampuan tersebut. Bahkan akan terasa seperti sedang melakukan aktifitas sehari-hari.

Sabtu, 12 November 2016

Belajar Dari 4 November 2016; Pendidikan Karakter Lebih Digemborkan lagi

Belajar Dari 4 November 2016; Pendidikan Karakter Lebih Digemborkan lagi
Oleh: Must Hamid
kita sering mendengar statement “orang cerdas itu orang yang bisa mengambil hikmah dari suatu kejadian. Bukan emosi dan egoistis yang dikedepankan dalam menghadapi masalah. The problem is not a problem, problem is our attitud about that problem. Pada dasarnya, masalah bukanlah suatu masalah jika kita hadapi dengan tenang, bijak dan kepala dingin. Kalau suatu masalah disikapi dengan emosi, marah atau sikap negatif lainnya, tentu masalah itu akan membuat pusing, galau dan setres. Jadi, kita harus pandai bersikap prespektif taking, mencari dan menemukan nilai dari suatu peristiwa.
Menyikapi aksi 4 November pun harus dengan kepala dingin dan prespektif taking. Karena di dalam kejadian tersebut banyak sekali pelajaran yang bisa kita petik. Dengan pendidikan kita bisa bersikap bijaksana; menjadikan sejarah untuk rekonstruksi hidup lebih baik.
Kenapa kita harus melihat peristiwa tersebut dari segi pendidikan – lebih-lebih pendidikan karakter? Karena sebuah bangsa dianggap maju dan canggih adalah dari karakternya. Karakter bangsa merupakan aspek urgen yang mempengaruhi perkembangan sosio-ekonomi bangsa tersebut.
Menurut Vashdev, manusia adalah makhluk kebiasaaan. Semua aspek kehidupan manusia; norma, adat istiadat, hukum serta agama, terbentuk karena kebiasaan. Meminjam salah satu kaedah Usul Fikih, adat/kebiasaan bisa dijadikan penentuan hukum, “al-’adatu al-muhakkamatu”. Semisal dalam suatu daerah masyarakatnya memiliki kebiasaan membaca buku, lantas kita datang ke sana kemudian tidak membaca buku malah asyik main gadget, ya, tentu mereka akan merasa terusik, tidak nyaman dengan kehadiran kita. Misalnya lagi, kita berada di bis mayoritas penumpangnya mainan HP atau Tablet, sedang kita hanya duduk diam tidak ngapa-ngapain atau kita membaca buku sendiri, tentu kita akan merasa “Gaje” sendiri.
Aksi 4 november juga bisa dikatakan sebagai wujud dari karakter. Meski kejadiannya cuma sekali, namun pola pikirnya yang kemudian diwujudkan dalam bentuk aksi mencerminkan bagaimana watak mereka. Apakah bisa diajak damai, menaati aturan atau tidak. Jika dalam aksi tersebut arogan sebagaimana dilakukan sebagian demonstran, sudah pasti dapat diambil kesimpulan terkait karakternya; arogan dan mengedepankan nafsu. Itu dari variabel peserta unjuk rasa, dari pihak yang mengatakan “ tidak masalah jika warga yang "dibohongi pake surah Al-Maidah 51 dan macem-macem" tidak memilihnya dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta”, juga dapat dipahami bagaimana karakternya.
Akan tetapi “yang lalu biarlah berlalu”. Tidak perlu diungkit dan dibesar-besarkan lagi. Tugas kita sekarang adalah bagaimana mengambil pelajaran dari peristiwa tersebut. Berarti pendidikan karakter bangsa Indonesia yang toleran, berbudi luhur, sopan santun, gotong royong, saling menghormati dan bertanggung jawab harus lebih dikencangkan lagi. Semua komponen institusi pendidikan, sekolah sampai perguruan tinggi harus selalu mengajarkan dan memberi tauladan akhlak mulia.

 Kita saat ini butuh orang yang menjadi panutan berperilaku luhur. Teori sudah “bleber” saking banyaknya, sedangkan amaliahnya masih sedikit. Oleh karena itu, pendidikan karakter harus benar-benar digembar-gemborkan lagi dan pastinya diamalkan.

terima kasih sudah baca.. :)
baca juga :

Jumat, 11 November 2016

Bangga Tidak Telat

Bangga Tidak Telat
Oleh: Must Hamid
keterlambatan merupakan suatu kebiasaan yang seolah-olah dianggap kewajiban. Kenapa? Karena dimanapun pasti banyak sekali orang terlambat. Tidak bisa on time. Instansi sekolah, perusahaan, kampus, bahkan warung pun, sering terjadi terlambat. Kalau tidak terlambat, mungkin bagi mereka, kurang mengagumkan, kalau terlambat berarti bisa melebihi direktornya. Mindset yanag keliru!

Bahkan yang lebih ironis dan tidak etis ketika ada orang yang rajin, selalu tepat waktu, memiliki etos kerja tinggi malah dibilang “sok”; sok rajin, sok disiplin, sok alim, atau sok-sok yang lain. Kebanyakan dari kita, dalam hati kita, menaruh kebencian kepada mereka yang rajin dan tepat waktu. Seharusnya kita merasa bangga memiliki orang-orang tersebut. Ada contoh riil untuk kita berbuat lebih baik lagi. Harusnya kita bangga menjadi orang yang pertama dalam melakukan kebaikan, bekerja untuk mencari rizki.

Kita seyogyanya mencari alasan kenapa dalam hati kita ada rasa benci kepada mereka. Ada penyakit apa dalam sanubari? Makanya Islam mengajarkan untuk senantiasa muhasabah diri. Kita koreksi diri kita. Kita bandingkan perbuatan baik dan buruk yang telah dilakukan. Lebih banyak mana,, kebaikan kah? Atau kebusukan yang lebih mendominasi?

Instropeksi diri merupakan hal penting bagi manusia, mengingat manusia tidak pernah luput dari berbuat salah dan lalai. Sehingga manusia akan memiliki karakter “satu langkah lebih maju” setiap hari. Fastabiqul khoirat, berlomba-lomba untuk melakukan kebaikan. Ayat tersebut juga mengidentifikasikan bahwa sebetulnya seorang muslim harus memiliki etos kerja, etos berkarya yang tinggi. Dengan kata yang lebih sederhana, orang yang sering telat karena menyepelekan pekerjaan berarti beretos kerja rendah.

Budaya telat selain dikarenakan faktor etos kerja yang rendah, juga disebabkan adanya mindset yang menyepelekan. “Paling acaranya juga molor, ngapain berangkat duluan”, kata-kata tersebut sering keluar dari mulut tanpa disadari, tanpa merasa bersalah. Maksiat jika dilakukan pertama kali memang akan terasa maksiat, tapi jika sering dilakukan maka akan terasa “maksiyut”, dianggap hal biasa.


 Oleh karena itu, semua orang harus sadar betul tentang sikap tepat waktu. Semua komponennya, baik ketua, wakil ketua, bendahara, peserta ataupun dalam hal lain. Misalkan ada acara diskusi kelompok untuk menyelesaikan tugas mata kuliah. Sepakat jam 09.00 WIB kumpul di perpustakaan. Tentunya semua komponen acara diskusi tersebut bisa on time, baik ketua kelompok maupun anggotanya. Sehingga mindser acara molor itu bisa diminimalisir. Selain dengan cara persuatif penyadaran akan pentingnya tepat waktu, manajemen waktu.

terima kasih sudah membaca!
jangan lupa baca juga:

Kamis, 03 November 2016

Pemerintah Hanya Perlu Mensosialisasikan

Pemerintah Hanya Perlu Mensosialisasikan
Oleh: Must Hamid
UU No 20 tahun 2003 Sisdiknas menyatakan bahwa Pesantren telah masuk dalam perundang-undangan Indonesia. Ini adalah sebuah pengakuan Pemerintah yang berarti bahwa pemerintah hendaklah berbuat adil kepada pesantren dalam segala hal. Tidak menganak tirikannya. Termasuk dalam hal pendanaan. Namun tetap membiarkan pesantren pada kekhasan pola pikirnya sebagai penyeimbang pendidikan Nasional, sistematika pengelolaan dan pembelajarannya. Dengan kata lain, Pemerintah tidak usah mengintervensi organ dalam pesantren. Kewajiban Pemerintah kepada Pondok Pesantren sebatas pendanaan operasionalnya. Tidak lebih.
Amin Haidari menuturkan setruktur kementrian agama sudah ada direktorat yang mengurusi pendidikan Diniyah dan Pesantren. Masalah pencairan bantuan di samping kementrian Agama, kementrian lain juga mengalokasikan dana untuk Pesantren, seperti dari Kementrian Pertanian dalam bentuk Lembaga Mandiri Mengakar di Masyarakt (LM3), dari Kementerian Koperasi dan UKM, Kemendiknas, Kemenakertrans, dan lainnya.
Namun masalahnya, mayoritas pesantren tidak tahu mengurusi masalah semacam itu. Jenjang antara Pemerintah dengan Pesantren lumayan jauh atau bahkan lebih jauh. Sehingga Pesantren tidak diberitahu atau sebaliknya, pesantren tidak mau tahu. Apalagi dalam benak Pesantren jika pemerintah memberi bantuan, maka akan ada intervensi Pemerintah di dalam Pesantren.
Kementrian Agama, Kementrian Pendidikan dan Kementrian Pertanian memiliki program pemberdayaan Pesantren. Akan tetapi kalangan santri belum terlatih tentang hal-hal semacam itu. Sehingga bantuan yang seharusnya turun menjadi tidak cair, karena mereka belum siap menerima bantuan itu.
Menurut saya, Pemerintah hanya perlu mensosialisasikan perihal bantuan kepada pesantren. Apa maksud dengan adanya bantuan, bagaimana prosedur bantuannya dan – yang paling penting – penegasan bahwa tidak akan ikut campur dalam organizatoring Pondok.
Sosialisasi juga merupakan “Lem Biru” untuk mempererat hubungan keduanya. Sosialisasi juga merupakan bagian dari upaya saling mengerti dan menghormati. Pemerintah hendaklah sering bersilaturrahmi kepada pesantren. Karena menurut saya, jarang sekali Pemerintah bersilaturrahmi di Pesantren untuk mensosialisasikan bagaimana kebijakannya. Ya, berkunjung tapi hanya sebatas pencitraan, bukan untuk mensosialisasikan kebijakannya membantu pesantren.
Dan satu hal yang harus digaris bawahi, masalah bantuan tersebut bukanlah hadiah belaka, namun juga upaya peningkatan Pesantren. Pesantren haruslah menjadi tempat yang nyaman untuk belajar agama, memiliki gedung layak, kelas yang banyak untuk menampung jumlah santri yang ribuan. Sebab faktanya pesantren berkebalikan dengan pendidikan formal. Padahal pendidikan formal dan Pesantren memiliki tujuan yang sama, yakni memaksimalkan potensi dan karakter anak bangsa. Meski dalam penekanan yang berbeda; kalau pesantren lebih fokus pada ajaran agama yang penuh dengan rahmat sedangkan Pendidikan formal menekankan pada penguasan ilmu umum.

 Oleh karena itu, sosialisasi bantuan merupakan hal penting dilakukan oleh Pemerintah. Agar Pesantren terbiasa dengan bantuan tersebut. SDM pesantren juga dilatih untuk menerimanya. Pemerintah jangan berusaha mengintervensi organ dalam Pesantren dengan adanya bantuan tersebut. Biarkan pesantren mengurus kebijakannya sendiri, tetap pada pola pemikirannya yang sangat menghargai budaya budaya dan kerukunan bangsa.