Oleh: Muhamad Nur Hamid Hidayatullah
Budaya Titip Absen, atau biasa
disebut TA, sepertinya tidak surut-surut dari dunia mahasiswa. Padahal
seharusnya seorang mahasiswa itu harus hadir di kelas, untuk mempelajari bidang
keilmuannya. Karena itu adalah kewajibannya sebagai penuntut ilmu. Namun
kenyataannya berkata lain, kebanyakan mereka sering melakukan titip absen.
Mereka akan meminta tolong kepada temannya, lewat WA, SMS, atau jauh-jauh hari
sudah pesan untuk TA.
Mahasiswa adalah agen
perubahan yang nanti akan membawa perubahan lebih baik bagi masyarakatnya ke
depan. Masa depan dunia ini – dalam lingkup yang besar, dan tentu Indonesia –
lingkup kecil atau bisa lebih kecil lagi, baik buruknya, maju atau terbelakang,
tetap jaya atau hancur itu tergantung seperti apa generasi mudanya sekarang.
Banyak sekali alasan mereka mau melakukan perbuatan ‘curang’ tersebut. Berdasarkan
data tiny-research wawancara dengan beberapa anak mahasiswa, mereka
menitip absen kepada temannya bukan karena faktor malas, akan tetapi karena ada
kegiatan di luar – yang bagi mereka lebih penting dari pada mengikuti materi di
kelas – entah itu organisasi dalam kampus atau luar kampus, bahkan lebih ironi
karena ketiduran.
Terlepas dari alasan-alasan
yang mereka utarakan. Yang jelas, masalahnya adalah mereka tidak jujur. Jika
alasan mereka karena ada kegiatan di luar kampus, seharusnya mereka jujur
dengan surat izin yang menyatakan alasan mereka. Bukan malah memanipulasi
ketidakhadirannya dengan tanda tangan palsu. Titip absen kepada teman tidak
hanya menumbuhkan sikap tidak amanah dalam dirinya, tapi perbuatan itu sangat
menzhalimi temannya, disadari atau tidak. Temannya dengan susah payah,
pagi-pagi harus mandi dan pergi ke kampus, siang-siang panas harus menerjang
terik matahari, untuk menuntut ilmu – atau hanya sekedar mencari absen, tapi
mahasiswa yang jarang hadir bahkan tidak pernah hadir tapi absensinya penuh,
masuk terus. Bisa dibayangkan bagaimana perasaannya?
Belum lagi nilai karena
kehadiran yang juga dihitung dari aspek kehadiran – dengan bukti tanda tangan
itu. mahasiswa yang tanda tangannya penuh meskipun tidak hadir akan mendapatkan
nilai yang bagus. Dan nilai itu akan mereka bawa untuk melamar pekerjaan.
Misalkan dirinya diterima di suatu instansi perusahan atau lembaga pendidikan,
lantas apakah kualitasnya dapat dipertanggungjawabkan? Dan tentu sifat-sifat
curang dan tidak amanah yang dia lakukan selama empat tahun lebih, secara tidak
sadar – karena sudah menjadi habit – akan ia terapkan pula ketika bekerja
mengemban amanah. Setuju kan? Tidak menutup kemungkinan sikap itu akan
berlanjut ke sesion yang selanjutnya.
Sekali lagi, kita harus sadar
betul bahwa nasib agama, negara dan dunia ini ada di tangan generasi muda.
Mereka nantinya yang akan mengurusi dan merawat dunia ini. Mereka nanti yang
akan memimpin dunia ini. Oleh karena itu, mereka harus dibiasakan untuk
bersikap amanah terhadap statusnya sebagai mahasiswa. Menurut Ivan Muhamad
Agung (2016: 204), menyimpulkan dari penelitiannya tentang Pengukuran Konsep
Amanah dalam Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif, bahwa protipe orang amanah
adalah orang yang memiliki karakter positif, seperti dapat dipercaya,
bertanggung jawab, dan jujur. Karakter positif tersebut tidak akan ada tanpa
adanya integritas dari calon pemimpin sejak dini.
Melihat pemaran di atas, dapat
kita ketahui betapa pentingnya sikap amanah dan bahayanya sikap curang dan
tidak jujur, dalam kasus mahasiswa sebagai calon pemimpin dunia adalah
menjamurnya budaya TA. Sehingga diperlukan adanya sistem yang ‘lebih ketat’
mencegah mahasiswa melakukan TA. Terutama dosen, sebab dialah yang secara
langsung bersinggungan dengan mahasiswa di dalam kelas. Dosen juga lah yang
mendidik mahasiswanya. Dosen harus bersikap tegas dalam hal absensi, “lebih
ketat” untuk selalu memeriksa kehadiran mahasiswanya. Sikap ketat dan tegasnya
itu dilakukan semata-mata untuk membiasakan mahasiswa bersikap amanah, jujur,
dan bertanggung jawab. Bukan karena dosen itu tidak sayang dengan mahasiswa. Justru
sikapnya yang ketat itu adalah bagian dari rasa sayang dan perhatiannya kepada
‘remaja didiknya’.
0 komentar:
Posting Komentar