About


Get this widget:

Kamis, 05 April 2018

BENIH-BENIH HANCURNYA PERADABAN DUNIA: MENJAMURNYA BUDAYA “TA” DI KALANGAN MAHASISWA


Oleh: Muhamad Nur Hamid Hidayatullah


Budaya Titip Absen, atau biasa disebut TA, sepertinya tidak surut-surut dari dunia mahasiswa. Padahal seharusnya seorang mahasiswa itu harus hadir di kelas, untuk mempelajari bidang keilmuannya. Karena itu adalah kewajibannya sebagai penuntut ilmu. Namun kenyataannya berkata lain, kebanyakan mereka sering melakukan titip absen. Mereka akan meminta tolong kepada temannya, lewat WA, SMS, atau jauh-jauh hari sudah pesan untuk TA.
Mahasiswa adalah agen perubahan yang nanti akan membawa perubahan lebih baik bagi masyarakatnya ke depan. Masa depan dunia ini – dalam lingkup yang besar, dan tentu Indonesia – lingkup kecil atau bisa lebih kecil lagi, baik buruknya, maju atau terbelakang, tetap jaya atau hancur itu tergantung seperti apa generasi mudanya sekarang. Banyak sekali alasan mereka mau melakukan perbuatan ‘curang’ tersebut. Berdasarkan data tiny-research wawancara dengan beberapa anak mahasiswa, mereka menitip absen kepada temannya bukan karena faktor malas, akan tetapi karena ada kegiatan di luar – yang bagi mereka lebih penting dari pada mengikuti materi di kelas – entah itu organisasi dalam kampus atau luar kampus, bahkan lebih ironi karena ketiduran.
Terlepas dari alasan-alasan yang mereka utarakan. Yang jelas, masalahnya adalah mereka tidak jujur. Jika alasan mereka karena ada kegiatan di luar kampus, seharusnya mereka jujur dengan surat izin yang menyatakan alasan mereka. Bukan malah memanipulasi ketidakhadirannya dengan tanda tangan palsu. Titip absen kepada teman tidak hanya menumbuhkan sikap tidak amanah dalam dirinya, tapi perbuatan itu sangat menzhalimi temannya, disadari atau tidak. Temannya dengan susah payah, pagi-pagi harus mandi dan pergi ke kampus, siang-siang panas harus menerjang terik matahari, untuk menuntut ilmu – atau hanya sekedar mencari absen, tapi mahasiswa yang jarang hadir bahkan tidak pernah hadir tapi absensinya penuh, masuk terus. Bisa dibayangkan bagaimana perasaannya?

Belum lagi nilai karena kehadiran yang juga dihitung dari aspek kehadiran – dengan bukti tanda tangan itu. mahasiswa yang tanda tangannya penuh meskipun tidak hadir akan mendapatkan nilai yang bagus. Dan nilai itu akan mereka bawa untuk melamar pekerjaan. Misalkan dirinya diterima di suatu instansi perusahan atau lembaga pendidikan, lantas apakah kualitasnya dapat dipertanggungjawabkan? Dan tentu sifat-sifat curang dan tidak amanah yang dia lakukan selama empat tahun lebih, secara tidak sadar – karena sudah menjadi habit – akan ia terapkan pula ketika bekerja mengemban amanah. Setuju kan? Tidak menutup kemungkinan sikap itu akan berlanjut ke sesion yang selanjutnya.
Sekali lagi, kita harus sadar betul bahwa nasib agama, negara dan dunia ini ada di tangan generasi muda. Mereka nantinya yang akan mengurusi dan merawat dunia ini. Mereka nanti yang akan memimpin dunia ini. Oleh karena itu, mereka harus dibiasakan untuk bersikap amanah terhadap statusnya sebagai mahasiswa. Menurut Ivan Muhamad Agung (2016: 204), menyimpulkan dari penelitiannya tentang Pengukuran Konsep Amanah dalam Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif, bahwa protipe orang amanah adalah orang yang memiliki karakter positif, seperti dapat dipercaya, bertanggung jawab, dan jujur. Karakter positif tersebut tidak akan ada tanpa adanya integritas dari calon pemimpin sejak dini.
Melihat pemaran di atas, dapat kita ketahui betapa pentingnya sikap amanah dan bahayanya sikap curang dan tidak jujur, dalam kasus mahasiswa sebagai calon pemimpin dunia adalah menjamurnya budaya TA. Sehingga diperlukan adanya sistem yang ‘lebih ketat’ mencegah mahasiswa melakukan TA. Terutama dosen, sebab dialah yang secara langsung bersinggungan dengan mahasiswa di dalam kelas. Dosen juga lah yang mendidik mahasiswanya. Dosen harus bersikap tegas dalam hal absensi, “lebih ketat” untuk selalu memeriksa kehadiran mahasiswanya. Sikap ketat dan tegasnya itu dilakukan semata-mata untuk membiasakan mahasiswa bersikap amanah, jujur, dan bertanggung jawab. Bukan karena dosen itu tidak sayang dengan mahasiswa. Justru sikapnya yang ketat itu adalah bagian dari rasa sayang dan perhatiannya kepada ‘remaja didiknya’.

0 komentar:

Posting Komentar