Oleh: Muahamad Nur Hamid Hidayatullah
Rasulullah Saw bersabda:
“Sebaik-baiknya sedekah adalah
seseorang belajar ilmu pengetahuan, kemudian mengajarkannya kepada saudaranya
sesama muslim.”
Ilmu adalah sesuatu yang sangat urgen bagi kehidupan
manusia, dalam kehidupan manusia sangat membutuhkan ilmu pengetahuan. Islam
adalah agama yang sangat menekankan tentang kewajiban menuntut ilmu. Bahkan
ayat pertama yang turun adalah tentang belajar dan pendidikan. Orang berilmu
derajatnya dibedakan dengan orang yang tidak memiliki ilmu pengetahuan. Ilmu
adalah kunci untuk menggapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Jika
seseorang ingin menggapai ridla Allah, maka dia harus beribadah kepada-Nya,
menjalankan perintahnya dan menjauhi segala larangan-Nya (Ahmad Zaid Hasanudin,
tanpa tanggal) .akan tetapi, sebelumnya kita harus tahu bagaimana
beribadah dengan benar, bagaimana menjalankan perintah Allah dengan benar.
Mempelajari ilmu pengetahuan dengan sebenar-benarnya,
baik itu ilmu pengetahuan yang yang membicarakan ayat-ayat Allah di dunia
maupun ilmu-ilmu yang mengajarkan akhirat, yang mana sejatinya adalah satu,
tidak ada dikotomis antara keduanya. Setelah menguasai ilmu pengetahuan
tertentu, selanjutnya ia ajarkan kepada orang lain dalam rangka mengharapkan ridla
Allah.
Ilmu akan menjadi bermanfaat, berbuah manis ketika
diamalkan. Tanpa mengamalkan maka buah itu tidak akan lahir dari
tangkai-tangkai pohon ilmu. Kelak ilmu yang diamalkan kepada orang lain, akan
menjadi amal jariyah untuk kita, pahalanya mengalir terus menerus ketika kita
sudah meninggalkan dunia. Rasulullah mengingatkan kita dalam hadist yang lain
bahwa amal manusia akan terputus ketika meninggal, kecuali tiga perkara, di
antaranya adalah ilmu yang bermanfaat.
Ilmu yang diamalkan dengan yang tidak, deraajatnya lebih
tinggi ilmu yang diamalkan, sebagaimana hadist yang dikutip oleh As-Syaikh
al-Alamah Badruddin Abi ‘Abdillah Muahamad bin Ibrahim bin Juma’ah al-Kanany
as-Syafi’iy dalam kitabnya yang berjudul “Tazhkiratus Sami’ wal
Mutakallim fi Adabil ‘Alim wal Muta’allim (Pengingat bagi Pendengar dan
Pembicara Terkait Adabnya Guru dan Murid) mengatakan, sesungguhnya Allah, para
malaikat, penduduk langit-bumi dan seluruh penghuni lautan akan berdoa akan
limpahan rahmat dan keselamatan untuk orang yang mengajari manusia kebaikan. [1]
Syaikh Badruddin, lebih lanjut menerangkan dalam
kitabnya, memaparkan hadist dengan sanad shahih; suatu ketika Rasulullah
ditanya tentang dua orang dari bani Israil. Salah satu di antara keduanya
adalah seorang guru yang selalu mengamalkan ilmunya kepada orang lain.
sedangkan yang satuh adalah rajin beribadah, manakah yang lebih baik (wahai
Rasulullah)? Rasulullah memilih golongan
pertama, yaitu guru, berdasarkan sabdanya:[2]
“lebih utama orang melaksanakan
shalat maktubah kemudian duduk mengajari umat manusia tentang kebaikan,
ketimbang hamba yang sibuk puasa dan bangung malam. Ibarat seperti keutamaanku
jika dibandingkan dengan para pemuda di antara kamu.”
Mengamalkan ilmu, selain menjadi syarat mutlak ilmu yang
bermanfaat dan memiliki keutamaan yang besar, juga merupakan metode yang paling
‘yahut’ untuk belajar. Orang yang mengajar pasti belajar. Dia dituntut untuk
membaca dan membaca sebelum mengajar. Mel Silberman, Pencetus pendidikan Active
Learning, mengembangkan filosofi pendidikan Confusius sampai pada level when
i teach others, i am master, ketika aku mengajari orang lain, maka aku
menjadi ahli. Ilmu akan lebih lama tertancap di dalam memori daripada hanya
sekedar membaca dan tidak mengajarkannya kepada orang lain. Rangsangan yang
kita terima ketika mengajar lebih banyak dan bermacam sehingga menguatkan
pengalaman belajar kita.
Akan tetapi, kebanyakan orang lupa dengan metode belajar
“mengamalkan” ini. Mereka hanya fokus pada baca, baca, dan baca. Maka tidak
heran jika materi yang telah dipelajari akan menguap dari ingatan, belum lagi
kalau bacanya sambil mengangguk-angguk karena kantuk.
Sebab itulah, kita selalu diingatkan untuk belajar ilmu
sebanyak mungkin, kemudian, tidak berhenti pada itu saja, kita harus bergerak
aktif mencari murid untuk diajari apa yang sudah kita pelajari. Terakhir
sebagai penutup, saya mengutip kata mutiara dari Sihabuddin, yang dilangsir di
Majalah Tebuireng, nomor 14, Juli 1987 M, “Jadilah seperti lebah yang
menghasilkan malam sebagai penerangan dan madu untuk obat. berarti berbuat satu
dapat menghasilkan penggunaannya ganda.”(Metode Belajar Menurut Syeikh Hasyim Asy’ari | Tebuireng Online,
tanpa tanggal) Jadilah orang yang berbuat satu (belajar) tapi
menghasilkan dua manfaat ganda: bagi dirinya sendiri dan bagi orang lain.
@@@
[1] Baca kitab Tazhkiratus Sami’ wal Mutakallim fi
Adabil Alim wal Muta’allim, karya Syaikh Badruddin Abi ‘Abdillah Muhamad
bin Ibrahaim, cetakan Maktabah Ibnu ‘Abbas, halm. 44-45
0 komentar:
Posting Komentar