About


Get this widget:

Selasa, 10 April 2018

MENGAMALKAN ILMU: SEDEKAH DAN METODE BELAJAR YANG DILUPAKAN


Oleh: Muahamad Nur Hamid Hidayatullah

Rasulullah Saw bersabda:
“Sebaik-baiknya sedekah adalah seseorang belajar ilmu pengetahuan, kemudian mengajarkannya kepada saudaranya sesama muslim.”
Ilmu adalah sesuatu yang sangat urgen bagi kehidupan manusia, dalam kehidupan manusia sangat membutuhkan ilmu pengetahuan. Islam adalah agama yang sangat menekankan tentang kewajiban menuntut ilmu. Bahkan ayat pertama yang turun adalah tentang belajar dan pendidikan. Orang berilmu derajatnya dibedakan dengan orang yang tidak memiliki ilmu pengetahuan. Ilmu adalah kunci untuk menggapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Jika seseorang ingin menggapai ridla Allah, maka dia harus beribadah kepada-Nya, menjalankan perintahnya dan menjauhi segala larangan-Nya (Ahmad Zaid Hasanudin, tanpa tanggal) .akan tetapi, sebelumnya kita harus tahu bagaimana beribadah dengan benar, bagaimana menjalankan perintah Allah dengan benar.
Mempelajari ilmu pengetahuan dengan sebenar-benarnya, baik itu ilmu pengetahuan yang yang membicarakan ayat-ayat Allah di dunia maupun ilmu-ilmu yang mengajarkan akhirat, yang mana sejatinya adalah satu, tidak ada dikotomis antara keduanya. Setelah menguasai ilmu pengetahuan tertentu, selanjutnya ia ajarkan kepada orang lain dalam rangka mengharapkan ridla Allah.
Ilmu akan menjadi bermanfaat, berbuah manis ketika diamalkan. Tanpa mengamalkan maka buah itu tidak akan lahir dari tangkai-tangkai pohon ilmu. Kelak ilmu yang diamalkan kepada orang lain, akan menjadi amal jariyah untuk kita, pahalanya mengalir terus menerus ketika kita sudah meninggalkan dunia. Rasulullah mengingatkan kita dalam hadist yang lain bahwa amal manusia akan terputus ketika meninggal, kecuali tiga perkara, di antaranya adalah ilmu yang bermanfaat.
Ilmu yang diamalkan dengan yang tidak, deraajatnya lebih tinggi ilmu yang diamalkan, sebagaimana hadist yang dikutip oleh As-Syaikh al-Alamah Badruddin Abi ‘Abdillah Muahamad bin Ibrahim bin Juma’ah al-Kanany as-Syafi’iy dalam kitabnya yang berjudul “Tazhkiratus Sami’ wal Mutakallim fi Adabil ‘Alim wal Muta’allim (Pengingat bagi Pendengar dan Pembicara Terkait Adabnya Guru dan Murid) mengatakan, sesungguhnya Allah, para malaikat, penduduk langit-bumi dan seluruh penghuni lautan akan berdoa akan limpahan rahmat dan keselamatan untuk orang yang mengajari manusia kebaikan. [1]
Syaikh Badruddin, lebih lanjut menerangkan dalam kitabnya, memaparkan hadist dengan sanad shahih; suatu ketika Rasulullah ditanya tentang dua orang dari bani Israil. Salah satu di antara keduanya adalah seorang guru yang selalu mengamalkan ilmunya kepada orang lain. sedangkan yang satuh adalah rajin beribadah, manakah yang lebih baik (wahai Rasulullah)?  Rasulullah memilih golongan pertama, yaitu guru, berdasarkan sabdanya:[2]
“lebih utama orang melaksanakan shalat maktubah kemudian duduk mengajari umat manusia tentang kebaikan, ketimbang hamba yang sibuk puasa dan bangung malam. Ibarat seperti keutamaanku jika dibandingkan dengan para pemuda di antara kamu.”
Mengamalkan ilmu, selain menjadi syarat mutlak ilmu yang bermanfaat dan memiliki keutamaan yang besar, juga merupakan metode yang paling ‘yahut’ untuk belajar. Orang yang mengajar pasti belajar. Dia dituntut untuk membaca dan membaca sebelum mengajar. Mel Silberman, Pencetus pendidikan Active Learning, mengembangkan filosofi pendidikan Confusius sampai pada level when i teach others, i am master, ketika aku mengajari orang lain, maka aku menjadi ahli. Ilmu akan lebih lama tertancap di dalam memori daripada hanya sekedar membaca dan tidak mengajarkannya kepada orang lain. Rangsangan yang kita terima ketika mengajar lebih banyak dan bermacam sehingga menguatkan pengalaman belajar kita.
Akan tetapi, kebanyakan orang lupa dengan metode belajar “mengamalkan” ini. Mereka hanya fokus pada baca, baca, dan baca. Maka tidak heran jika materi yang telah dipelajari akan menguap dari ingatan, belum lagi kalau bacanya sambil mengangguk-angguk karena kantuk.
Sebab itulah, kita selalu diingatkan untuk belajar ilmu sebanyak mungkin, kemudian, tidak berhenti pada itu saja, kita harus bergerak aktif mencari murid untuk diajari apa yang sudah kita pelajari. Terakhir sebagai penutup, saya mengutip kata mutiara dari Sihabuddin, yang dilangsir di Majalah Tebuireng, nomor 14, Juli 1987 M, “Jadilah seperti lebah yang menghasilkan malam sebagai penerangan dan madu untuk obat. berarti berbuat satu dapat menghasilkan penggunaannya ganda.”(Metode Belajar Menurut Syeikh Hasyim Asy’ari | Tebuireng Online, tanpa tanggal) Jadilah orang yang berbuat satu (belajar) tapi menghasilkan dua manfaat ganda: bagi dirinya sendiri dan bagi orang lain.
@@@


[1] Baca kitab Tazhkiratus Sami’ wal Mutakallim fi Adabil Alim wal Muta’allim, karya Syaikh Badruddin Abi ‘Abdillah Muhamad bin Ibrahaim, cetakan Maktabah Ibnu ‘Abbas, halm. 44-45
[2] Ibid., halm. 45

0 komentar:

Posting Komentar