About


Get this widget:

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Jumat, 26 Oktober 2018

SAATNYA BEKERJA, BELAJAR SAJA KURANG


Hallo, bagaimana kabar kalian hari ini? Apakah kalian hari ini bebas melakukan apa yang seharusnya kalian lakukan? Apa kalian terbentur dengan sistem yang menghambat berlakunya hukum sunnatullah dalam level peran hidupmu saat ini? Jika kalian masih bisa melakukan apa yang seharusnya dilakukan, maka bersyukurlah. Jikalau tidak, ya, bersabarlah.
Kesempatan dan kelegaan itu adalah anugrah yang harus disyukuri dan dimanfaatkan sebaik mungkin sebelum datang yang namanya kessempitan. Ketika kesempitan menghampirimu di persimpangan jalan nanti, maka hanya menyesal yang bisa kau lakukan. Kesempatan datang satu kali. Namun ketika kalian tidak bisa melakukan apa tugasmu saat ini maka bersabarlah. Sabar di sini bukan berarti kita diam diri menerima saja perbudakan sistem. Sabar adalah proses menuju kemenangan diri lewat bertindak, berdoa, bertindak dan berpikir.
Tidak semua orang mempunya kelegaan itu, kawan. Aku seumpama. Aku adalah manusia terisolasi dari peran yang sesungguhnya. Aku harus belajar tanpa bekerja. Sementara di usiaku yang sekarang aku – secara wajarnya- harus bekerja, membantu orang tua, meringankan beban mereka. Tapi karena sistem dan pola pemikiran yang menurutku lebih kearah “Penjelmaan dirinya sebagai Tuhan yang menentukan barokah dan kesuksesan orang”, aku harus berdiam diri di dalam bangunan yang ssangat berbeda dengan bangunan sebelum ini.
Aku tidak boleh bekerja. Katanya, membahagiakan orang tua itu bukan dengan memberi mereka uang. Bukan! (dengan nada berapi-api dirinnya mengatakan itu). prestasilah yang bisa membahagiakan kedua orang tua di rumah. Okey, katakanlah, pada tahap ini aku setuju – sekilas. Namun, kalau dipikir-pikir lagi, apa iya orang tua akan bahagia hanya dengan mendengar prestasi anaknya sementara dia harus susah payah mencari pundi-pundi kehidupan dan biaya anaknya kuliah? Belum lagi kalau mereka sudah tua renta. Kebahagiaan apa itu? tega kah anaknya melihat itu? sadari itu!
Sudahlah. kita – terutama yang menjadi orang tua - tidak usah berpura-pura lagi. Ada beban berat ketika kita sudah tua dan masih harus bekerja. Namun, karena alasan prestasi akademik anaknya, lantas kita mengatakan “Oh, tidak apa-apa, nak. Yang penting kamu bisa berprestasi.” Hah, mendengar kata-kata itu saja menunjukkan hati mereka menjerit kencang.
Waktu kecil dulu, belajar dan belajar tanpa memikirkan bagaimana mencari uang, itu wajar. Tapi sekarang ini kita sudah gede lho. Rasanya akan ada hal yang gersang dalam proses thalabul ilmi kalian kalau tidak disambil bekerja. Manfaat yang didapat dan diberikan tentu akan lebih besar mereka yang bisa belajar sambil bekerja. Benar tidak? Tengok kata hati nurani kalian.
Tampaknya, beliau yang “menjadi tuhan” tadi lupa akan sisi ini. Beliau terjebak di dalam gengsi “Aku adalah pengasuh di sini”, dan karena rasa tidak percaya kepada orang lain dia mengubur kewajiban seorang anak kepada orang tuanya! Anak itu memang goblok. Dia tidak mengikuti perlombaan. Dia asik dengan kesibukan menghasilkan karya, buku, artikel, mengisi pengajian. Sebab dia sadar bahwa sekarang bukan saatnya menampakkan kepinteran atas orang lain. Tapi, seberapa manfaat dirinya bagi orang tuanya.

Jumat, 19 Oktober 2018

HIDUP BERMASYARAKAT



Manusia diciptakan Allah SWT berpasang-pasangan. Siang berpasangan dengan malam, matahari dengan matahari, baik dan buruk, dan laki-laki dan perempuan. “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (QS. An-Nisa:1)
Di dalam ayat lain, Allah berfirman “Dan Kami jadikan kami berpasang-pasangan.” (QS. An-Naba: 8) masalahnya, kalau semua diciptakan berpasangan, lantas JOMBLO itu ciptaan siapa? Haha.. karena aku sendiri yang belum punya pasangan diantara teman-teman sekelompokku. Sorry, bercanda. Kita kembali ke pembahasan.
Dalam prosesnya, manusia berkembang biak, meneruskan keturunan dan akhirnya membentuk masyarakat. Oleh karena itu, adalah tidak benar apabila manusia memisahkan diri dari kehidupan bermasyarakat. Berbicara tentang manusia sosial, saya teringat istilah yang saya dapatkan ketika mengikuti pelajaran IPS, bahwa manusia adalah “Zoon Politicon”, artinya manusia adalah makhluk sosial yang hidup bermasyarakat. Setiap manusia saling membutuhkan satu sama lain. Contoh kecil, seorang bayi tidak akan bisa minum susu kecuali dibantu sang ibu meminum susu. Bahkan meninggal pun seseorang masih membutuhkan orang lain untuk memandikan, mengkafani, menyolati dan menguburkannya.
Selama dua bulan di lokasi KKN memberikan pelajaran yang sangat bagus tentang bermasyarakat. Kita dibuat menyadari satu hal di atas bahwa kita pasti membutuhkan orang lain. Program-program yang sudah direncanakan jauh-jauh hari sebelum kita bertempat di lokasi tidak akan bisa berjalan tanpa ada bantuan dari masyarakat. Begitu juga dengan masyarakat, membutuhkan mahasiswa untuk membantu memajukan masyarakat secara keilmuan dan sarana prasarana.
Selain itu, Kuliah Kerja Nyata memberikan ruang kepada mahasiswa dan masyarakat untuk menjadi pribadi yang bermanfaat. Saya pikir, membentuk masyarakat yang baik dibutuhkan kesadaran pada syarat membangun masyarakat baik. Pertama, kita semua adalah sama. Tidak ada yang lebih baik dari pada yang lain kecuali karena ketaqwaan – hal positif bermanfaat yang dilakukan. Tidak memandang apakah dia orang tua atau remaja. Tolok ukurnya adalah ketaqwaan tadi yang diimplementasikan kepada sesama. Artinya segala aktifitas manusia dicurahkan memberikan yang terbaik untuk sesama dan menjaga mereka dari perbuatan buruk kita.
Tidaklah mudah membangung masyarakat yang baik dalam kasih sayang, persaudaraan. Tidak mudah. Meskipun sebenarnya sepele tapi susah sekali untuk dipraktikkan. Syarat yang harus dipenuhi untuk membangung hubungan yang baik dengan masyarakat adalah menyingkirkan “ego”.
Selama manusia masih mendambakan ego, yakni aku yang lebih berkuasa, aku yang lebih pantas melakukan itu dari pada kamu, maka jangan harap satu kegiatan sosial pun bisa berjalan dengan baik. Sekedar mengobrol pun akan menjadi sesuatu yang mustahil. Yang sering menghiasi nafas dan detak kehidupan bermasyarakat hanya emosi yang berujung pertengkaran, dengki, dan membenci.
Oleh karena itu, kita harus ingat kembali bahwa tidak ada yang istimewa di dunia ini menurut Allah kecuali karena ketaqwaannya yang diimplementasikan secara vertikal dan horizontal; hubungan dengan Allah dan hubungan dengan manusia.
۞

MENGENAL MASYARAKAT
Hidup bermasyarakat tidaklah mudah, maka kita harus mengenal bagaimana masyarakat di sekitar kita. Dengan mengenal masyarakat kita bisa memaklumi karakter-karakter yang ada di dalam sana. Maka benar jika sikap saling mengenal, saling mengerti, saling memahami adalah tujuan diciptakannya perbedaan.
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. (Qs. al-Hujurat: 13)
Mengenal masyarakat sekitar dapat meminimalisir perbedaan yang memicu konflik. Tujuan diciptakan perbedaan adalah untuk saling mengenal bukan untuk mengenal. Artinya kedua belah pihak atau semua pihak harus terlibat untuk mengenal satu sama lain. Ketika ada suatu masalah, maka semua pihak harus menyelesaikan dengan bermusyawarah, mencari akar masalahnya dan penyelesaiannya. Jika hanya satu pihak yang ingin menyelesaikan masalah dengan baik-baik, namun yang lain kokoh dengan ego maka yang terjadi masalah itu malah tambah runyam dan pelik.

Kamis, 18 Oktober 2018

Kuliah Kerja Nyata dalam Pandangan Islam dan Sebagai Metode Pembelajaran



Oleh: Ham
Cerita soal KKN, tentu ada banyak hal yang saya alami. Mulai dari ketakutan bertemu orang baru, ditunjuk menjadi ketua kelompok sementara aku tidak punya pengalaman apapun soal leadership sampai masalah cinlok (cinta lokasi). Bingung apa yang harus aku ceritakan di sini. Tidak mungkinlah kalau aku ceritakan mulai dari pelepasan hingga pelepasan KKN. Buku ini malah jadi novel – novel? Ide bagus tuh. Mungkin di buku lain aku akan membuat cerita KKN menjadi novel. Sekarang saya hanya ingin berbagi cerita yang kiranya penting dan ada pelajaran yang bisa diambil buat pelajaran hidup.
Saya sangat kagum dengan penjelasan bapak rektor UIN Sunan Kalijaga, Yudian Wahyudi, ketika memberikan bekal kepada mahasiswanya yang akan dilepas ke lokasi KKN. Beliau mengaitkan KKN dengan salah satu ayat al-Quran. Dan saya, sekali lagi, sangat kaget. Betapa cerdasnya beliau. Dalam hati, saya bilang “aku ingin menjadi pintar bahkan lebih pintar dari beliau”.
Mengaitkan kegiatan KKN dengan Islam, Yudian mengutip ayat dari QS. Ali Imran: 137,
قد خلت من قبلكم سنن فسيروافي الأرض فانظروا كيف كان عاقبة  المكذبين.
Artinya:” Sesungguhnya telah berlalu sebelum kamu sunah-sunah Allah; karena itu, berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang mendustakan (rasul-rasul).
Kemudian beliau menegaskan bahwa KKN merupakan tindakan menjalankan perintah Allah tersebut, yaitu berjalan di bumi untuk melihat-lihat keadaan realita. Karena teori saja tidak akan cukup. Bahkan terkadang teori tidak bisa menjawab permasalahan realita. Dengan kata lain, teori tidak sesuai dengan realita yang ada.
Masih ingatkah dengan sejarah pertama kali Rasulullah Muhammad Saw menerima wahyu? Wahyu pertama tersebut adalah perintah membaca (Al-‘Alaq:1-5). Malaikat Jibril datang kepada Rasulullah dengan rupa yang sangat menakutkan – lebih tepatnya bukan menakutkan tapi karena Rasulullah baru pertama kali bertemu dengan makhluk tersebut. Malaikat Jibril datang kepada Rasul seraya berkata “bacalah!” rasulullah dengan gemetar menjawab “aku tidak bisa membaca” Malaikat Jibril berkata lagi “bacalah!” namun Jibril terus mendesak Nabi Muhammad untuk membaca wahyu Allah. Beliau ketakutan hebat hingga menggigil. Jibril pun memeluk Nabi Muhammad seraya  membacakan wahyu pertama bagi Muhammad Saw.
Sekarang pertanyaannya adalah apa yang harus Nabi Muhammad baca saat itu? Sementara Nabi sendiri tidak bisa baca. Ya, kalau suruh baca ada teks bacaanya sih sedikit masuk akal. Tapi ini, suruh baca tapi tidak ada teks yang harus dibaca. Aneh kan? Inilah yang ingin ditegaskan oleh bapak rektor UIN Sunan Kalijaga.
Maksud membaca dari ayat tersebut adalah membaca keadaan masyarakat Makkah waktu itu. Jadi, selama 3.5 tahun rasulullah berkholwat di dalam gua Hira, melihat-lihat aktifitas umatnya dari dalam gua. Setelah itu, malaikat Jibril datang kepada Muhammad supaya beliau menyimpulkan dari membaca realita masyarakatnya.
Kuliah Kerja Nyata (KKN) merupakan bagian dari membaca realita sembari berjalan-jalan di daerah lain, daerah yang baru dikenal, supaya mahasiswa bisa berlatih dan belajar bermayarakat. Kemudian mengambil ilmu sebagai modal dirinya terjun ke dalam masyarakat yang sesungguhnya dan dalam jangka waktu yang sangat lama.
Terakhir, dengan adanya kegiatan KKN ini diharapkan mahasiswa menjadi orang yang lebih baik dari pada sebelumnya. Mahasiswa lebih tahu memposisikan dirinya di tengah masyarakat tanpa harus membuat api di lingkungan tinggalnya. Masyarakat tidak akan merasa terusik dengan perubahan-perubahan yang dilakukan mahasiswa karena perubahan-perubahan itu pelan-fleksibel namun pasti.

Rabu, 03 Oktober 2018

MEMULAI LEMBARAN BARU



Semenjak pulang dari rumah selama seminggu kemarin, menjalani kehidupan di Jogja seperti membuka lembaran baru. Aku memulai segala hal disini dengan semangat yang baru. Apalagi soal perkuliahan yang sempat terbengkalai, skripsi terjebak macet panjang diantara berbagai aktifitas sampahku semisal main game, molor sepanjang hari dan kawan-kawan. Padahal seharusnya aku sudah menyelesaikannya dan diwisuda secepatnya. Karena berbagai aktifitas yang membutakan mataku itu sehingga aku tidak bisa membedakan mana yang fardlu dan mana yang haram bagi seorang akademisi.
Aku sudah menyadari kesalahanku itu satu hari sebelum aku pulang ke Demak. Sampai aku bilang ke teman sekamarku bahwa aku berjanji setelah pulang dari Demak, segera mungkin permasalahan kampus dan tetek-bengeknya akan aku rampungkan. Janji itu adalah langkah pertamaku memulai lembaran baru, aktifitas yang lebih bermakna, dan untuk menggapai masa depan yang lebih cerah. Andai kata nanti ditengah berkecamuknya perang, aku dipandang sebelah mata sebab – misalkan – aku tidak lagi mengurusi kebersihan badanku, atau rambutku yang awut-awutan, tidak akan aku perdulikan. Seekor ulat sebelum menjadi kupu-kupu indah, terlebih dahulu menjadi sosok yang menjijikkan. Mempuasakan dirinya dari gensi yang tidak menjamin kepastian dan mentirakati cita-citanya dengan ketawadluannya. Masa aku kalah dengan seekor ulat, bro? Mau kusembunyikan dimana lagi mukaku?
Aku sudah tidak punya tempat lagi untuk menyembunyikan mukaku dari omongan orang yang menganggap aku adalah orang yang paling hebat. Sementara itu, diriku sendiri bukan siapa-siapa. Anggapan-anggapan itu adalah aib bagiku. Sudah cukup telinga ini mendengar mereka. Tapi aku bersyukur karena Allah masih memberikan kesempatan ini sehingga sekaranglah aku melangkahkan kaki, memulai diri yang dewasa mempertanggungjawabkan cita dan mewujudkannya.

Jogja, 01-10-18