About


Get this widget:

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Senin, 28 Agustus 2017

Tawakal tewaskan kausalitas

Tawakal Gugurkan Logika Kausalitas
Terdapat beberapa macam yang harus ditempuh oleh orang yang ingin mensucikan dirinya supaya bisa berdekatan dengan Allah tanpa ada hijab yang menghalanginya. Dan seseorang tidak akan mampu menembus dari satu maqam ke maqam lain tanpa adanya campur tangan Allah.

Seorang sufi akan sampai pada tingkatan tawakal jika dia telah lulus dari tingkatan taubat, kewaraan dan Zuhud. Seseorang yang bertawakal maka seluruh hidup dan kehidupannya dipasrahkan penuh kepada Allah.
Orang yg bertawakal, memercayakan diri kepada kehendak Allah atas segala bentuk upaya-upaya lahiriah. Karena, tawakal merupakan sikap batin seseorang. Dia tidak mengandalkan upayanya dalam mencapai sebuah tujuan tertentu. Batin seseorang lah yang melakukan kinerja tawakal, mempercayakan seluruh hidup dan kehidupannya kepada iradatnya Allah setelah dia berusaha secara lahiriah. Setelah seseorang berusaha keras dengan fisiknya, dia melanjutalkan usaha kerasnya di dalam hati. Sehingga orang tersebut tidak terlalu sombong dalam mencapai tujuannya. Karena dia ingat bahwa Allah masih ada.

“Bagi seseorang yang sudah bertawakal, segala amal tidak menjadi tumpuan dalam mencapai tujuan-tujuannya,” kata Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj (Kang Said) dalam pengajian tasawuf di kantor PBNU.

Imam Al Ghazali berkata - yang dilansir oleh kang said - ketika seseorang sudah matang ketawakalannya, maka logika kausalitas tidak berlaku lagi. Orang tidak akan berfikir bahwa yg dilakukannya menentukan apa yang dia dapat.

Kiai Aqil Siradj memberi contoh sehelai kertas yang hangus dimakan api. Karena menurut logika kausalitas bahwa sudah menjadi kebiasaan kalau kertas yang terkena api maka akan terbakar dan panas.

Bagi mereka yang belum sampai di maqam tawakal, meyakini apa yang dilakukannya pasti membawa hasil, atau semakin keras usahanya semakin baik hasilnya. Hukum sebab-akibat masih berjalan di dalam kehidupannya. Seperti api tadi yang dianggap sebagai faktor pembakar kertas.

Akan tetapi, berbeda dengan yang dialami oleh nabi Ibrahim dibakar di dalam api yang membara. Pada kenyataannya api yang membakar tubuh nabi Ibrahim tidak terasa panas sama sekali. Fenomena ini menunjukkan api bukanlah penyebab terbakarnya sesuatu n api tidak selamanya panas.
seseorang Mutawakkil akan melihat hukum kausalitas tersebut sebatas aktifitas fenomena lahiriyah saja. Tampaknya begitu, bahwa api terbakar, perusahaan bangkit, atau yang lain. Secara batiniah, dia meyakini bahwa semua itu sudah diatur dan diperintahkan oleh Allah MahaKuasa.

TIGA SERANGKAI MAKA MERDEKA

Tiga serangkai maka merdeka!

Serangkai di sini maksudnya bukan tokoh tiga serangkai dalam konteks sejarah Indonesia. Tiga serangkai disini adalah ikhtiyar qanaah n tawakal. Ketiganya merupakan sutu kesatuan yg "haram" dipisah-pisah. Jika salah satunya hilang tidak saling melengkapi maka sesuatu yang fatal akan muncul ke permukaan hidupmu. Ikhtiar saja tanpa qanaah doa n tawakal adalah bukti betapa sombongnya seseorang. Dia mengira bahwa kita inilah yang kuasa, bisa dan mampu. Padahal Allah lah yg membuat kita mampu n berkuasa, Allah yg menentukan iya atau tidak, berhasil atau tidak. Kita hanya diberi ruang gerak untuk selalu ikhtiar. Setelah ikhtiar semua dipasrahkan kepada Allah. Kalau kita sombong maka Allah akan marah n membenci kita. Kalau sudah benci, tentu kehidupan kita akan senantiasa mendapatkan kesukaran hingga kita menyadari kesalahan kemudian menaubatinya.

Pertama, kita akan mengorek lebih dalam tentang apa itu qanaah. Banyak diantara kita masih salah mengartikan maksut dan pelaksanaan qanaah. Qanaah bukan putus asa dan malas. Qanaah adalah perbuatan hati yg menerima keputusan Allah setelah ikhtiyar. Sedang ikhtiar adalah perbuatan badan. Qanaah di dalamnya akan tersimpul tawakal - sebagai prof. Hamka mengatakan. Sebelum qanaah kita dituntut untuk berusaha, bekerja misalkan. Kita bekerja bukan karena kita tidak puas dengan yg ada, ingin meraih yg lebih dari yg telah ada. Kita bekerja memang hidup ini adalah untuk bekerja. Setelah bekerja baru kita pasrah kepada Allah bgmna hasilnya. Hla hasilnya kita qanaahi.

Banyak sekali hadist Rasulullah yang menjadi bukti bahwa Islam bukan agama malas, agama fatalistik. Bukan! Islam adalah agama pengusaha besar, agama beretos kerja tinggi, agama "kapitalis" -secara lughawi. Kita bisa melihat bagaimana Rasulullah menegur seorang sahabat yang pergi tanpa mengikat unta kendaraannya terlebih dahulu. Inilah bukti bahwa tidak cukup hanya dengan tawakal saja. Kita tidak boleh langsung menyentuh wilayah tawakal sebelum usaha. Memang manusia ini tidak punya daya, Allah lah yang mempunyai kekuatan dan daya. Tp bukan berarti ini menjadi alasan setan dalam diri kita mengendalikan diri kita untuk bermalas-malasan. "Ah! Wong Allah kan yang ngatur. Kalau jatahnya kaya, nanti kan kaya sendiri. Kalau miskin ya nanti kan miskin".

Allah memerintahkan kepada kita untuk terus berusaha. Ibadah okey, bekerja pun okey. Inilah makna qanaah tawakal sesungguhnya.

Kedua adalah tawakal. Sebagaimana diatas, tawakal adalah sikap manusia memasrahkan segala urusan termasuk dirinya sendiri kepada Allah semata - tentu setelah berusaha! Dengan bahasa yang lebih singkat n prinsipal bahwa tiga serangkai tersebut adalah rukun sukses hidup dunia akhirat. Ikhtiar dulu sebagai rukun pertama. Tawakal adalah rukun ke dua dan qanaah adalah rukun terakhir sekaligus puncak dari kesuksesan. Sebagaimana sahabat Ali bin Abi Thalib berkata "jika engkau ingin menjadi raja maka pakailah qanaah" -artinya jika engkau ingin kaya, tentram dan bahagia maka berqanaah engkau, lapang dada menerima anugrah Allah, mensyukurinya. Qanaah adalah harta yg tidak akan habis dan simpanan yg tidak akan musnah.