About


Get this widget:

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Sabtu, 21 April 2018

Depan Belakang Seperti Setan


Rasulullah Saw bersabda:
إن المرأة تقبل في صورة شيطان، وتدبر في صورة شيطان. فإذا رأى أحدكم إمرأة فأعجبته فليأت أهله، فإن ذالك يردّ ما في نفسه. (رواه مسلم)
Artinya:
“Sesungguhnya wanita (dilihat) dari depan tampak seperti setan, dari belakang juga tampak setan. Maka ketika salah seorang kamu melihat wanita dan dia terangsang (timbul syahwat), maka datangilah ahlinya (istri/suami). Sebab dengan mendatangi mahram dapat meredahkan nafsu dalam dirinya.” (HR. Muslim)
Ulasan:
1.      Bagi Perempuan
Berbicara soal perempuan, maka tidak akan terlepas dari kata “menggoda”. Wanita tercipta memang dengan bentuk yang sangat menggoda. Sudah takdirnya wanita itu memiliki tubuh yang indah.
Maka dari itu, wanita tidak perlu “neko-neko” lagi. Jika wanita henndak bersolek maka hendaknya jangan berlebihan. Takutnya kalau berlebihan, banyak laki-laki lain yang tergoda. hal itu sama saja dengan memanggil bahaya untuk si perempuan tadi.
kemaksiatan tidak hanya timbul karena faktor intern manusia, tetapi juga ada berbagai faktor ekstern  yang menjadikan diri melakukan kemaksiatan.[1]
Banyak kaum perempuan muslim yang tidak menutup aurat mereka dengan benar, padahal aurat perempuan disamping rentang menimbulkan berbagai kemaksiatan, juga wilayah aurat mereka lebih luas ketimbang laki-laki.[2] Pakaian dan dandanan harus diperhatikan. Dijaga dengan sepenuhnya supaya tidak menimbulkan fitnah.
Terlepas dari berbagai perbedaan pendapat mengenai batas-batas aurat perempuan, yang jelas – inti dari pendapat-pendapat tersebut – ingin menjaga aurat perempuan dan ingin menjaga kehormatan mereka. Asalkan pakaian yang menutup aurat tidak berbau tabaruj – berpakaian seperti tidak berpakaian, bisa karena pakaiannya transparan, atau karena terlalu ketat sehingga lekuk tubuhnya terlihat, dan pakaian yang menutup aurat perempuan juga tidak berlebihan (ghulluw) – bahkan berpakaian berlebihan, jika untuk dilihat orang lain, maka termasuk tabarruj.[3]
Jika seorang perempuan ingin selamat dari bahayanya fitnah di dunia dan akhirat – juga gambaran setan pada dirinya hilang, maka ketentuan-ketentuan menutup aurat hukumnya wajib dipegang teguh dan dijalankan.
2.      Bagi Laki-Laki
Setelah membahas tantang bagaimana wanita harus menjaga auratnya, sekarang kita membahas laki-laki. Seperti disebutkan dalam hadist bahwa perempuan itu seperti setan, artinya perempuan tercipta dengan kemampuan menggoda.
Penelitian yang dilakukan oleh Universitas College London (UCL) menemukan fakta bahwa otak pria didesain untuk mencari seks, bahkan sanggup mengorbankan makanan yang enak dan lezat sekalipun. Neuron tertentu pada otak mereka ternyata sanggup mengalahkan hasrat untuk makan. Itu mengapa pria selalu berpikir tentang seks.[4]
Kodrat laki-laki memang seperti itu, makanya mereka harus banyak-banyak menjaga pandangan dari wanita yang bukan mahram. Menjaga pandangan adalah perintah Allah – sebagaimana yang tertulis dalam surah An-Nur ayat 30:
قل للمؤمنين يغضّون من أبصارهم ويحفظوا فروجهم ج  ذالك أزكى لهم قلى إن الله خبير بما يصنعون (النور: 30)
Artinya:
“Katakanlah (wahai Muhammad) kepada orang-orang yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang mereka perbuat.”
Mata ini harus dijaga dari memandang wanita lain yang bukan mahram, meski hanya matanya saja, hidung dan rambutnya; atau dari memandang sesuatu yang molek walaupun tidak menimbulkan syahwat. sebab, pandangan sangat rentan menimbulkan perzinaan.[5]
Jika laki-laki tersebut mempunya istri, maka datangilah istri. Istri adalah penyelamat suami dari bejatnya godaan setan. Sehingga nafsu laki-laki tersalurkan di jalan yang Allah ridlai. Dan istri tentu akan mendapatkan pahala yang besar dari sisi Allah SWT.
Istri melayani suami itu bukan karena “budak nafsu”, atau alat pemuas nafsu. Bukan! Kewajiban ini semata-mata untuk menjaga suaminya tidak tersesat ke dalam lembah perzinaan. Makanya dalam urusan seks, Islam memberikan jalan yang benar, yaitu pernikahan. Dengan pernikahan inilah kehormatan wanita akan dijaga juga.
Lantas bagaimana dengan laki-laki yang belum punya istri? Rasulullah Saw menganjurkan untuk berpuasa. Solusi yang ditawarkan ini bukan sembarang solusi tanpa dasar. Memang zaman dulu belum ada soal penelitian masalah ini, akan tetapi seiring majunya zaman dan canggihnyaa teknologi, sehingga banyak sekali penelitian-penelitian dilakukan yang justru menguatkan kebenaran Nabi Muhammad Saw.
Rasulullah berpesan kepada laki-laki yang belum beristri, ketika syahwatnya datang, untuk berpuasa. Dengan mengurangi kadar makan menyebabkan penurunan spermatogenesis, sebagaimana didapati dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Nila Munaya, dkk. terkait Efek Puasa Terhadap Ketebalan Epitel Dan Diameter Tubulus Seminiferus Rattus Norvegicus. Berkurangnya spermatozoa terjadi karena penurunan glukosa dalam tubuh.[6] Glukosa ini lebih banyak berasal dari makanan yang setiap hari manusia konsumsi. Oleh karena itu, puasa ditawarkan Islam sebagai solusi penangkal timbulnya bibit kehancuran kehormatan manusia, perzinaan. Wallahu a’lam.


[1] Deni Sutan Bahtiar, Berjilbab dan Tren Buka Aurat, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2009), halm. 66
[2] Ibid., halm. 29
[3] Ibid., halm. 126
[4] Bintang.com, “Otak Pria Ternyata Didesain untuk Memenuhi Hasrat Seksual,” bintang.com, diakses 21 April 2018, https://www.bintang.com/lifestyle/read/2343618/otak-pria-ternyata-didesain-untuk-memenuhi-hasrat-seksual.
[5] Baca kitab Syarh Maraqil ‘Ubudiyah lisysyaikh Muhamad Nawawi Al-Jawy, halm. 63
[6] Nila Munaya, Ageng Brahmadhi, dan Yuhantoro Budi Handoyo Sakti, “Efek Stres Puasa terhadap Ketebalan Epitel dan Diameter Tubulus Seminiferus Rattus norvegicus” 18, no. 1 (2018): 5-6.

Senin, 16 April 2018

Laporan Penanggung-jawaban di Hadapan Allah


 Rasulullah Saw bersabda:
إن الله تعالى سائل كل راع عما عما إسترعاه، أحفظ ذالك أم ضيّعه؟ حتى يسأل الرجل عن أهل بيته. (رواه إبن حيان عن أنس)
Artinya:
“Sesungguhnya Allah SWT akan memintai pertanggung-jawaban semua pemimpin terkait apa yang sudah ia pimpin. Akankah dirinya mampu menjaga (dengan baik) yang ia pimpin atau malah tidak mampu (menjaganya dengan baik)? Bahkan seseorang akan ditanya tentang (kepemimpinannya) kepada keluarganya.” (HR. Ibnu Hayyan dari Anas)

Ulasan:
Semua orang adalah pemimpin yang akan ditanyai mengenai laporan penanggung-jawabannya kelak di hari kiamat. Pemimpin di sini tidak hanya dalam arti jabatan kenegaraan, politik, sosial, dan keluarga. Bahkan kepada diri sendiri kita adalah pemimpin, rakyatnya adalah tangan, kaki, kepala, perut dan lain-lain. Oleh karena itu, kita harus berhati-hati dalam bertindak, terutama dengan diri sendiri. Seorang pemimpin tidak akan bisa memimpin, memberikan contoh yang baik kepada yang dipimpin jika tidak dimulai dari diri sendiri.
Asysyaikhh Muhammad Nawawy al-Jawy menerangkan, anggota tubuh kita ini adalah nikmat yang harus kita sukuri  dan juga amanah yang harus kita jaga.[1] Maka perhatikanlah bagaimana kita memimpin jasad kita dengan memenuhi hak masing-masing anggota kita. Karena, seluruh anggota tubuh manusia akan memberikan persaksian.[2] Mulut kita akan terdiam, yang berbicara adalah kaki dan tangan tentang apa saja yang diperbuat ketika hidup di dunia. Allah SWT berfirman:
اليوم نختم على أفواههم وتكلمنا أيديهم وتشهد أرجلهم بما كانو يكسبون. (يس : 65)
Artinya:
“Pada hari itu (kiamat) kami tutup mulut-mulut mereka, dan tangan mereka berbicara sedangkan kaki mereka memberikan kesaksian atas apa yang pernah mereka lakukan.” (QS. Yasin: 65).

Pemimpin memiliki tempat yang sentral dari proses pencapaian tujuan. Bentuk dan corak yang dipimpin tergantung cara pemimpin memimpin. Perkataan dan tindakannya sangat di patuhi oleh bawahannya. Meminjam istilah Ary Ginanjar, memimpin itu soal mempengaruhi (Leadership is influence).[3] Lebih lanjut, Ari mengatakan:[4]
“It is important to relize that every word spoken, every step taken, influences someone around us. Regardless of our official position as a leader. Every action and attitude transforms a person into a leader...”
Stetemen di atas secara sederhana dapat dipahami bahwa kita harus selalu sadar dengan perkataan dan tindakan karena akan mempengaruhi orang-orang di sekitar kita. Dan perbuatan kita pasti ada balasannya kelak. Perbuatan baik akan dibalas dengan kebaikan. Perbuatan yang buruk akan dibalas dengan yang buruk pula. “Barang siapa mengerjakan amal kebaikan sebesar biji zarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. dan barang siapa yang mengerjakan kejelakan seberat biji zarrahpun, maka dia juga akan melihat (balasan)nya.” (QS. Al-Zalzalah: 7-8) Wallahu a’lam!
@@@
baca juga:




[1] Baca kitabnya Imam Nawawy al-Jawi, Syarh Maraqil Ubudiyyah, (Semarang: Pustaka Al-‘Alawiyah, tanpa tahun), halm. 61-62)
[2] Ibid., halm. 62
[3]  Ary Ginajar Agustian, The Islamic Guide to Developing ESQ (Emotional Spritiual Quetient), Second Edition, (Jakarta: Arga Publishing, 2009), halm. 117
[4] Ibid., halm. 118

Minggu, 15 April 2018

Filosofi Masjid Dan Shalat Dalam “Cerpen” Isra’ Mi’raj


Oleh: Muhamad Nur Hamid Hidayatullah
(Santri PPM. Al-Ashfa Yogyakarta)
Bulan Rajab adalah salah satu dari bulan-bulan yang dihormati (asyhurul hurum) yang mana di dalamnya pernah terjad peristiwa agung sekaligus mencerminkan apa dan bagaimana agama yang dibawa oleh Nabi Muhamad Saw. Isra’ mi’raj terjadi pada tanggal 27 Rajab, karena lazimnya Isra’ Mi’raj terjadi pada tanggal itu.
Isra’ adalah serangkaian perjalanan Nabi Muhamad Saw, mulai dari Masjidil Haram Makkah  ke masjidil Aqsa yang ada di Palestina. Adapun mi’raj adalah perjalanan Nabi naik menuju ke lapisan langit yang paling tinggi, yakni Shidratul Muntaha. Perjalanan tersebut ditempuh hanya dalam waktu satu malam.
Peristiwa Isra’ Mi’raj bukan sekedar perjalanan Nabi dari masjid satu ke masjid lain kemudian “terbang” menembus langit paling tinggi yang tidak bisa dijangkau manusia. Dalam hal ini, kita harus yakin bahwa peristiwa itu benar-benar terjad atas kehendak Allah Swt. Otak manusia ini tidak akan sanggup membayangkannya secara gamblang. Apa yang yang susah bagi Allah? Jangankan satu malam, satu detik pun Allah sanggup membawa Nabi hadir di hadapan-Nya. akan tetapi, Allah tidak mau “egois” dengan kemahadasyatan-Nya. Allah memberikan ruang cukup bagi manusia untuk menelaah kemungkinan-kemungkinan apa dan bagaimana peristiwa agung tersebut. Sehingga banyak sekali disiplin keilmuan yang dapat menjelaskan kemungkinan-kemungkinan itu. dengan ruang yang diberikan Allah tersebut, hati manusia semakin yakin kepada kebenaran dan ke-esa-an Allah SWT.
Salah satu ruang tersebut yang saya masuki dan ingin saya bagikan kepada pembaca adalah filosofi di balik kejadian tersebut serta oleh-olehnya, yaitu shalat. Saya beranggapan bahwa selain mewajibkan shalat kepada umat Muhamad, Allah juga ingin mempertegas tujuan Agama Islam dengan gaya alur yang unik dalam kisah singkat, semalam tersebut.
Lho, memang apa tujuan agama Islam ini, kok sampai harus dipertegas segala? Tujuan agama ini dengan diutusnya Nabi Muhamad adalah untuk menciptakan suasana damai penuh kasih sayang. “Kami tidak akan mengutusmu kecuali sebagai rahmat bag seluruh alam” (Al-Anbiya’: 107).
Pernyataan Allah dalam ayat di atas dipertegas dengan peristiwa Isra’ Mi’raj, sebab terkadang manusia lalai akan pangkat yang ia bawa di dunia ini, yaitu Khalifah Allah, yang bertugas untuk merawat bumi seisinya. Lantaran karena ego dan perbedaan paham, manusia menyakiti manusia yang lain bahkan tidak segan-segan untuk menumpahkan darah.
Dari mana bisa dikatakan Allah mempertegas? Ya, dari tempat singgah nabi dalam perjalanan Isra’ Mi’raj (Masjid) dan oleh-olehnya (shalat). Masjid dipilih oleh Allah karena masjid memilik pelajaran yang sangat besar bagi manusia – makanya umat islam selalu diperintah untuk shalat di masjid agar terlatih peka menangkap hikmahnya.
Ketika azan berkumandang, semua orang berbondong ke masjid untuk melakukan shalat. Dari pintu depan, tengah, atau belakang mereka masuk untuk berjamah, lalu bersama-sama menghadap kiblat. dengan serentak dan serasi para jamaah memulai shalat dengan takbir dan mengakhirnya dengan salam. Lantas kemudian apakah kita pernah mempermasalahkan dari pintu mana kita masuk? Siapa dan apa kita kok berani-beraninya orang lain berdekatan dengan kita? Apakah pertanyaan semacam ini pernah terlintas di benak kita?
Umat Islam dunia umumnya dan umat Islam Indonesia khususnya, bahwa kita harus menghargai perbedaan, selama perbedaan itu tidak menghinakan salah satu di antara kita dan tidak mengganggu akidah. Kita diajarkan saling menghargai perbedaan untuk kemajuan bersama dalam mencapai tujuan yang lebih baik, sebagaimana para jamaah yang masuk dari berbagai pintu, kemudian bersama-sama dengan kompak melakukan shalat menghadap ke kiblat.
Indonesia sangat membutuhkan nilai saling menghargai. Mengingat indonesia adalah negara majmuk yang terdiri dari beragam suku, ras, budaya, dan agama, jika nilai tersebut tidak ada di dalam hati manusianya, tentu kehancuran yang datang. Karena setiap warganya saling menaruh curiga dan kebencian. Lantas dari mana tujuan didirikannya negara ini bisa tercapai?
Oleh karena itu, marilah kita belajar dari “kisah pendek” yang Allah atur sedemikian rupa supaya kita sadar tujuan kita ada di dunia ini sebagai khalifah Allah yang menjaga dunia dan seisinya, bahwa kita adalah umat nabi Muhammad yang diutus menjadi rahmat bagi seluruh alam. Kita harus bersama-sama mempererat persaudaraan untuk memajukan negara tercinta Indonesia.

Rabu, 11 April 2018

MENYAYANGI ANAK YATIM


Oleh: Muhamad Nur Hamid Hidayatullah
(Santri PPM. Al-Ashfa Yogyakarta)

إمسح رأس اليتيم (هكذا) إلى مقدم رأسه، ومن له أبٌ (هكذا) إلى مؤخر رأسه (رواه الخطيب عن أبي عباس)
Artinya:
“Usaplah (belailah) kepala anak yatim (seperti ini) ke arah depan kepalanya, dan usaplah orang yang hanya memiliki bapak (seperti ini) ke arah belakang kepalanya.” (HR. Al-Khatib dari Ibnu ‘Abbas)

Ulasan:
Salah satu aspek yang menyita perhatian Nabi Muhammad Saw adalah menyantuni anak yatim (Kafalat al-yatim), dimana beliau telah memperaktikkannya disamping memerintahkan agar umatnya memelihara anak yatim dengan sebaik-baiknya. Pada kesempatan lain, Rasulullah Saw bersabda:
Dari Abu Hurairah ra. dari Nabi Saw., beliau bersabda: “Sebaik-baiknya rumah di kalangan Muslim adalah rumah yang terdapat anak yatim yang diperlakukan dengan baik. Dan sejelek-jelek rumah di kalangan kaum muslimin adalah rumah yang terdapat anak yatim dan dia diperlakukan dengan buruk.”
Menuru Rosmaniah Hamid, masalah anak yatim adalah salah satu bagian masalah sosial yang memerlukan penanganan dan pemecahan yang serius, karena tanpa adanya usaha mengenai hal tersebut, akan menimbulkan keresahan dalam masyarakat. [1] Banyaknya anak yatim yang terlantar akibat keyatiman, selalu menanti kasih sayang dan uluran tangan-tangan dermawan untuk membantu mereka dan ingin perhatian yang sama dengan anak-anak lain yang tergolong mampu dan terlahir dari orang tua yang kaya.
Memberi kasih sayan kepada anak yatim adalah perbuatan yang sangat mulia. Menurut ibnu Hajar al-‘Asyqalany,dalam kitabnya menukilkan bahwa ada seorang sahabat yang bertanya kepada Rasulullah, “Siapakah yang berpaling dari agama Allah?” Rasulullah Saw menjawab, “orang yang memukul dan tidak memelihata anak yatim.”[2] Dari hadist ini, berarti menyayangi anak yatim adalah perbuatana mulia yang harus direalisasikan di tengah kehidupan.
Adapun salah satu menyayangi anak yatim, sangat banyak bentuknya. Misalkan – sebagaimana diterangkan Rasulullah dalam hadist yang kita bahas saat ini -  dengan membelai-belai kepala anak yatim dengan penuh kasih sayang dan ikhlas mengharap ridla Allah.  Ketika kita bertemu dengan anak yatim, kita dianjurkan untuk mengusapnya; jika dia yatim karena bapaknya meninggal, cara mengusapnya adalah ke arah depan kepala; adapun yang yatim sebab ditinggalkan ibu, maka mengusapnya dari depan ke belakang kepala.
Cara yang diajarkan Rasulullah ini adalah cara yang paling mudah dan murah. Jadi, tidak ada lagi alibi-alibi tidak punya uang. Jika kita tidak bisa memberikan kasih sayang dengan bentuk uang, maka kita bisa mewujudkan perhatian kita dengan memberikan sentuhan-sentuhan kepedulian kepada mereka.
Ketahuilah, menyantuni dan menyayangi anak yatim memiliki manfaat yang sangat besar, salah satunya adalah sebagai media menghapus dosa. Ada satu kisah yang membuktikan menyantuni anak yatim sebagai media penghapus dosa. Alkisah, hidup seorang laki-laki yang sangat gemar meminum minuman keras. Bahkan saking gemarnya mabuk-mabukan, harta bendanya dia habiskan untuk memuaskan nafsu mabuk-mabukannya itu. Meski dia selalu ditegur dan dinasehati oleh banyak orang untuk menghentikan kebiasaannya itu, namun tidak pernah dgubrisnya.
Hingga sampai suatu saat ajalnya datang menjemput. Tidak ada satu pun mau melayat dan mengurus jenazahnya, kecuali istrinya sendiri yang mengurus semuanya, mulai dari memandikan jenazahnya sampai mengkafani. Kemudian sang istri berkeliling kota mencari orang yang mau melayat jenazahnya. Akan tetapi tidak satupun orang yang mau.
Di tengah keputusasaan, datang lah ulama zahid (ulama yang meninggalkan keduniawian) datang melayat. Berita kedatangan ulama zahid menggemparkan warga setempat. Mereka tidak percaya seorang ulama bersedia datang ke rumah seorang pemabuk.
Sang ulama zahid menjelaskan kedatangannya kepada para warga. Dia mengaku dalam mimpinya diperintah untuk datang dan melayat karena dosa-dosa si mayat telah diampuni oleh Allah SWT.
Tentu saja hal itu semakin mengejutkan warga tak terkecuali istrinya. Mereka bertanya-tanya kebaikan apa yang diperbuatnya sehingga dia diampuni dosanya. Ternyata meski seorang pemabuk laki-laki itu sangat menyayangi anak-anak yatim. Setiap hari rumahnya selalu dipenuhi oleh anak yatim.
"Rumah kami tidak pernah sepi dari anak-anak yatim. Setiap hari anak-anak yatim mendatangi rumah kami. Suami ku menyayangi mereka dengan setulus hati melebihi kasih sayang yang ia berikan kepada anak-anaknya sendiri," cerita istrinya sambil menangis.[3]
Menyantuni anak yatim selain dapat menghapuskan dosa, tapi juga bisa mendekatkan diri kita kepada sang kekasih, yaitu baginda Nabi Muhammad Saw., sebab kita menyayangi orang yang beliau sayangi. Lebih-lebih semasa hidup beliau sangat dikenal dekat dengan anak-anak yatim piatu. Saking dekatnya, sampai Rasulullah mengisyaratkan kedekatan itu seperti jari telunjuk dan ibu jari.
Oleh karena itu, sayangilah anak yatim semampu kita. Ketika kita mendapatkan rizki lebih, maka sisihkan sedikit saja untuk mereka. Dan jika kita memang tidak memiliki apa-apa, maka belaian tangan mengusap rambut mereka sudah lebih dari cukup untuk membuat mereka bahagia.
@@@



[1] Rosmaniah Hamid, “KAFALAH AL-YATIM DARI PERSPEKTIF HADIS NABI”, Jurnal Al-Fikr Vol. 17, nomor 1 (2013): 15.
[2] Ahmad bin Ali bin Hajar Al-Asyqalany, Fath al-Bary bi Syarh Shahih al-Bukhary, Juz X (Beirut: Dar al-Ma’arif, t.th), halm. 436
[3] Desi Aditia Ningrum, “Hapus Dosamu Dengan Cara Menyayangi Anak Yatim,” merdeka.com, diakses 11 April 2018, https://www.merdeka.com/peristiwa/hapus-dosamu-dengan-cara-menyayangi-anak-yatim.html.

Selasa, 10 April 2018

MENCARI PEKERJAAN SESUAI DENGAN KUALITAS DIRI


Oleh: Muhamad Nur Hamid Hidayatullah

أطلبوا الحوائج بعزة الأنفس، فإن الامور تجرى بالمقادير. (رواه إبن عساكرعن عبدالله بن بسر)
Artinya:
“Carilah kebutuhan (pekerjaan) sesuai dengan kemuliaan (kualitas) diri. Sebab segala sesuatu berjalan sesuai dengan kadar (yang sudah ditentukan). (HR. Ibnu ‘Asakir dari ‘Abdillah bin Basr)

Ulasan:
Penulis ingin menganalisa maksut hadist di atas sesuai dengan realita kehidupan di Indonesia terutama terkait antara pekerja dan pembisnis. Hadist di atas memerintahkan kepada kita untuk mencari rizki sesuai dengan kadar kualitas diri kita. Fi’il amar dalam redaksi hadist tersebut menunjukkan penekanan tentang masalah ini. Artinya, mencari rizki dianjurkan untuk melihat kualitas diri. Jika dirinya adalah seorang mahasiswa di bidang pendidikan, maka dia hendaknya mencari pekerjaan sebagai tenaga pendidik, atau menjai mentrti pendidikan. Itu adalah kemuliaan dirinya sekaligus tanggungjawabnya terhadap keilmuan yang selama 4 tahun lebih dia tekuni.
Akan tetapi, masih banyak anak muda yang telah lulus dari suatu universitas, lantas dia bingung tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Mau berbisnis juga pusing mikirin apa yang harus dibisniskan. Banyak sekali alasan yang mereka jadikan untuk menghindari kenyataan penganggurannya, mulai dari bingung tidak tahu apa yang harus diusahakan, sampai tidak punya modal.
Padahal sebenarnya kalau mereka mau langsung aksen, mereka tidak akan kesusahan mencari ide dan modal bisnis. Sayangnya, sifat nekad ini tidak ada di dalam dada para penduduka Indonesia, terutama mahasiswa.
Kita harus belajar dari sejarahnya nabi Adam ketika sedang mencari Hawa. Kemudian menerapkan spirit ke-Adam-an ke dalam pikiran dan tindakannya. Selama 300 tahun nabi Adam berpisah dari Hawa. Belum lagi medan baru yang harus dihadapi Adam. Tetapi, tanpa putus harapan dan terus mencari, akhirnya Allah memerintahkan Adam melakukan haji. Singkat cerita, selepas menunaikan perintah Allah, Adam bertemu Hawa di Jabal Rahmah.
Kalau menghayati cerita Adam dan Hawa, akan ada banyak sekali inspirasi yang kita pelajari. Hawa adalah manifestasi dari cita-cita Adam. Untuk menggapai cita-cita itu, dia harus berjuang dalam waktu selama itu. dia tetap nekad untuk menggapainya. Susah payah tidak dia perdulikan. Adam hanya melakukan apa yang semestinya dilakukan. Fokus pada aktifitas yang membawanya kepada tujuannya. Dan, karena hasil tidak pernah mengkhianati kadar usaha, Adam mendapatkan cita-citanya, harapannya itu, Hawa.
Sepertinya karakter nekad yang kurang dalam jiwa generasi muda. Dari survei kecil-kecilan yang saya lakukan, mereka terlalu banyak mikirnya dari pada eksekusi. Mereka terlalu lama menganalisa dan mengantisipasi hal-hal yang belum tentu seangker yang dibayangkan. Maka tidak heran, jika mereka menjalani hidup tanpa arah tujuan yang jelas. Pada akhirnya mereka menjadi pengangguran. Kalau tidak pengangguran, mereka akan berbondong menjadi karyawan.
Sekarang kita lihat, bagaimana keadaan pengusaha di negara maju, apakah lebih sedikit dari negara kita? Atau lebih banyak? Menurut Prof. Samsul Rizal, Rektor Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Darussalam Banda Aceh. menjelaskan negara maju seperti Amerika Serikat dan Jepang bahkan memiliki jumlah pengusaha lebih dari 10 persen dari jumlah populasi. Sedangkan Indonesia hanya sebesar 1,65 persen dari jumlah penduduk. Presentase tersebut sangat jauh tertinggal di bandingkan dengan Singapura (7 persen), Malaysia (5 persen) dan Thailand (3 persen).[1]
Oleh karena itu, mari kita menjadi pribadi yang mencari rizki Allah sesuai dengan kadar kualitas diri kita. Menjadi pengusaha sukses yang akan mengangkat kembali negara ini menjadi macan asia. Sehingga bangsa ini tidak dihina lagi. Aib-aib negara tidak harus terpampang di media-media sosial. Negara ini bukan untuk dihina! Negara ini diperjuangkan untuk dihormati dunia.


[1] “Rektor: Pengusaha di Indonesia 1,65 Persen, Singapura 7 Persen Penduduk,” Republika Online, 27 Agustus 2015, http://republika.co.id/berita/pendidikan/dunia-kampus/15/08/27/ntpdoq334-rektor-pengusaha-di-indonesia-165-persen-singapura-7-persen-penduduk.

MENGAMALKAN ILMU: SEDEKAH DAN METODE BELAJAR YANG DILUPAKAN


Oleh: Muahamad Nur Hamid Hidayatullah

Rasulullah Saw bersabda:
“Sebaik-baiknya sedekah adalah seseorang belajar ilmu pengetahuan, kemudian mengajarkannya kepada saudaranya sesama muslim.”
Ilmu adalah sesuatu yang sangat urgen bagi kehidupan manusia, dalam kehidupan manusia sangat membutuhkan ilmu pengetahuan. Islam adalah agama yang sangat menekankan tentang kewajiban menuntut ilmu. Bahkan ayat pertama yang turun adalah tentang belajar dan pendidikan. Orang berilmu derajatnya dibedakan dengan orang yang tidak memiliki ilmu pengetahuan. Ilmu adalah kunci untuk menggapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Jika seseorang ingin menggapai ridla Allah, maka dia harus beribadah kepada-Nya, menjalankan perintahnya dan menjauhi segala larangan-Nya (Ahmad Zaid Hasanudin, tanpa tanggal) .akan tetapi, sebelumnya kita harus tahu bagaimana beribadah dengan benar, bagaimana menjalankan perintah Allah dengan benar.
Mempelajari ilmu pengetahuan dengan sebenar-benarnya, baik itu ilmu pengetahuan yang yang membicarakan ayat-ayat Allah di dunia maupun ilmu-ilmu yang mengajarkan akhirat, yang mana sejatinya adalah satu, tidak ada dikotomis antara keduanya. Setelah menguasai ilmu pengetahuan tertentu, selanjutnya ia ajarkan kepada orang lain dalam rangka mengharapkan ridla Allah.
Ilmu akan menjadi bermanfaat, berbuah manis ketika diamalkan. Tanpa mengamalkan maka buah itu tidak akan lahir dari tangkai-tangkai pohon ilmu. Kelak ilmu yang diamalkan kepada orang lain, akan menjadi amal jariyah untuk kita, pahalanya mengalir terus menerus ketika kita sudah meninggalkan dunia. Rasulullah mengingatkan kita dalam hadist yang lain bahwa amal manusia akan terputus ketika meninggal, kecuali tiga perkara, di antaranya adalah ilmu yang bermanfaat.
Ilmu yang diamalkan dengan yang tidak, deraajatnya lebih tinggi ilmu yang diamalkan, sebagaimana hadist yang dikutip oleh As-Syaikh al-Alamah Badruddin Abi ‘Abdillah Muahamad bin Ibrahim bin Juma’ah al-Kanany as-Syafi’iy dalam kitabnya yang berjudul “Tazhkiratus Sami’ wal Mutakallim fi Adabil ‘Alim wal Muta’allim (Pengingat bagi Pendengar dan Pembicara Terkait Adabnya Guru dan Murid) mengatakan, sesungguhnya Allah, para malaikat, penduduk langit-bumi dan seluruh penghuni lautan akan berdoa akan limpahan rahmat dan keselamatan untuk orang yang mengajari manusia kebaikan. [1]
Syaikh Badruddin, lebih lanjut menerangkan dalam kitabnya, memaparkan hadist dengan sanad shahih; suatu ketika Rasulullah ditanya tentang dua orang dari bani Israil. Salah satu di antara keduanya adalah seorang guru yang selalu mengamalkan ilmunya kepada orang lain. sedangkan yang satuh adalah rajin beribadah, manakah yang lebih baik (wahai Rasulullah)?  Rasulullah memilih golongan pertama, yaitu guru, berdasarkan sabdanya:[2]
“lebih utama orang melaksanakan shalat maktubah kemudian duduk mengajari umat manusia tentang kebaikan, ketimbang hamba yang sibuk puasa dan bangung malam. Ibarat seperti keutamaanku jika dibandingkan dengan para pemuda di antara kamu.”
Mengamalkan ilmu, selain menjadi syarat mutlak ilmu yang bermanfaat dan memiliki keutamaan yang besar, juga merupakan metode yang paling ‘yahut’ untuk belajar. Orang yang mengajar pasti belajar. Dia dituntut untuk membaca dan membaca sebelum mengajar. Mel Silberman, Pencetus pendidikan Active Learning, mengembangkan filosofi pendidikan Confusius sampai pada level when i teach others, i am master, ketika aku mengajari orang lain, maka aku menjadi ahli. Ilmu akan lebih lama tertancap di dalam memori daripada hanya sekedar membaca dan tidak mengajarkannya kepada orang lain. Rangsangan yang kita terima ketika mengajar lebih banyak dan bermacam sehingga menguatkan pengalaman belajar kita.
Akan tetapi, kebanyakan orang lupa dengan metode belajar “mengamalkan” ini. Mereka hanya fokus pada baca, baca, dan baca. Maka tidak heran jika materi yang telah dipelajari akan menguap dari ingatan, belum lagi kalau bacanya sambil mengangguk-angguk karena kantuk.
Sebab itulah, kita selalu diingatkan untuk belajar ilmu sebanyak mungkin, kemudian, tidak berhenti pada itu saja, kita harus bergerak aktif mencari murid untuk diajari apa yang sudah kita pelajari. Terakhir sebagai penutup, saya mengutip kata mutiara dari Sihabuddin, yang dilangsir di Majalah Tebuireng, nomor 14, Juli 1987 M, “Jadilah seperti lebah yang menghasilkan malam sebagai penerangan dan madu untuk obat. berarti berbuat satu dapat menghasilkan penggunaannya ganda.”(Metode Belajar Menurut Syeikh Hasyim Asy’ari | Tebuireng Online, tanpa tanggal) Jadilah orang yang berbuat satu (belajar) tapi menghasilkan dua manfaat ganda: bagi dirinya sendiri dan bagi orang lain.
@@@


[1] Baca kitab Tazhkiratus Sami’ wal Mutakallim fi Adabil Alim wal Muta’allim, karya Syaikh Badruddin Abi ‘Abdillah Muhamad bin Ibrahaim, cetakan Maktabah Ibnu ‘Abbas, halm. 44-45
[2] Ibid., halm. 45