Satu hari
Tepatnya ketika
aku terhempas dari keberadaanmu
Aku dudukkan
perburuan ujung pagi
Untuk menerjemahkan
satu isyarat
Yang kamu
tinggalkan lewat statusmu: siapa aku sebenarnya?
Memang, aku
akui
Setelah sekian
lama kamu acuhkan ruhku menelusuk
Ke dalam ego
merebut hatimu dari dirimu
Aku sudah terbiasa
Kepedihan ini
tidak sepahit ketika kamu memesan kopi bersama teman-temanmu
Tenang saja
Kamu nikmati
saja pertemuanmu dengan kecupan mime
Menelantarkan sakitku
lalu pasrahkan kepada gelas
Retaknya
bercerita ketika aku taruh di atas musyawarah bahasa
Memetik irama
mendengus kesal
Aku sudah mati
di pejaman pelupuk
Tapi satu sisi
lain sakit ini menghidupkan aku
Aku berhenti
sejenak
Sekedar membilas
darah yang mengucur menjadi cerita
Tergolek pasrah
di bawah tempat dudukku
Tepat sebelum
kamu membalas panggilan nadi yang bergetar
Lemah
Tinggal aku
baringkan tegukan terakhir
Aku ingin
pergi
Aku melihat
pintu itu
Dia tergolek
berdiri, merdeka
Seperti saat
pertama kali kita bertemu tiga centi meter di atas langit
Aku berdiri
bukan?
Menghormati diammu
membongkar sapa yang tak aku kenal
: Siapa dia?
Entah
Tepatnya setelah
penyangga tulang punggungku pecah
Aku habiskan
sisa nafas yang membusuk di dalam paru-paru
Parau memanggilmu
dari kebisuan sorak sorai
:Tinggalkan
saja. Aku sudah mulai terbiasa!
24 Desember 2017
0 komentar:
Posting Komentar