Allah menganugrahi kita waktu yang panjang. Dalam sehari kita
diberikan Allah waktu 24 jam. Waktu tersebut adalah amanat untuk kita
maksimalkan dengan sebaik-baiknya. Waktu yang dianugrahkan ini harus
diorientasikan untuk mencari ridla Allah. Setiap detik, setiap hela nafas kita,
kita hendaklah – harus – menggunakan waktu untuk_misalnya_shalat lima waktu
tepat, berzhikir, berdoa kepada Allah, membaca al-quran dan amalan-amalan baik
lainnya.
Namun ternyata, di dalam waktu 24 jam yang Allah amanatkan kepada
kita terdapat waktu-waktu yang dilarang untuk melaksanakan shalat. Seperti yang
telah diterangkan dalam kitab-kitab fiqih seperti Fathul Qarib lis Syaikh
al-Imam al-‘Alamah Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad bin Qasim as-Syafi’i, at-Tazhhib
fi Adillati Matan al-Ghayatu wat-Taqrib, dan kitab-kitab fikih lainnya.
Ramai di kalangan kita beranggapan_cenderung keliru dan salah
paham_tentang waktu-waktu yang diharamkan atau tidak diperbolehkan melaksanakan
shalat sunnah. Sering juga permasalahan ini menjadi a big deal yang
ruwet untuk diselesaikan. Sejak kapankah waktu tersebut berlaku? Dan dimanakah
batasan antara waktu diharamkan shalat dengan waktu diperbolehkan melakukan
shalat? Dengan kata lain, sejak pukul berapakah sampai berapakah waktu
diharamkan tersebut?
Salah satu ‘Illat yang dijadikan penentu hukumnya adalah tasyabbuh
lil majusy (menyerupai orang-orang majusi_karena orang majusi adalah
penyembah api dan ibadah mereka ketika matahari terbit dan hendak
tenggelam).‘illat tersebut yang akan kita bahas pada kesempatan kali
ini. Karena ’illat tersebut – bagi saya pribadi awalnya – adalah sesuatu
yang incredible.
Misalkan saja shlat Shubuh. Waktu shalat Shubuh adalah sejak
keluarnya fajar kedua (fajar shadiq) hingga matahari mulai terbit. Kita
melakukan shalat subuh pada awal waktu, sehingga batas habis waktu subuh
tersebut masih lama. Dengan melihat ‘illat tadi, berarti boleh melakukan
shalat sunnah_karena waktu diharamkan shalat belum berlaku.
Penulis akan mengkaji permasalahan ini dengan melihat langsung
redaksi hadist dari Rasulullah mengenai waktu tersebut. Karena dalam mengkaji
permasalahan keagamaan, dalam hal ini yang bersifat fikhiyah, harus melihat
pada dalil-dalil nash pokoknya. Dalil-dalil yang kita dapat tadi kita komparasikan,
kita cari dan kita relasikan hukum dalil nash dengan pendapat para ‘Ulama.
Terkait dengan pembahasan kita ini, sudah disebutkan dalam hadist:
عن أبي هريرة رضي الله
عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم نهى عن صلاة بعد العصر حتى تغرب الشمس، وبعد
الصبح حتى تطلع الشمس
“Dari Abu Hurairah r.a: “sesungguhnya Rasulullah melarang
dari meengerjakan shalat selepas Asar sehingga terbenam matari dan shalat
selepas subuh hingaa terbit matahari” (Hadist riwayat imam Bukhari, Imam
muslim, Imam Abu Dawud, Imam Tirmizi, Imam Nasa’i ddan Imam Ahmad)
Dalam hadist lain diterangkan:
عن أبي سعيد الحدري رضي
الله عنه قال: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: (لا صلاة بعد الصبح حتى
تَرتفِع الشمس، ولا صلاة بعد العصر حتى تغِيب الشمس[1].
“Dari Abi Sa’id al-Hudry berkata: saya
mendengar Rasulullah bersabda: “tidak ada shalat setelah (shalat) subuh
hingga terbit matahari. Dan tidak ada shalat setelah (shalat) ‘Asar hingga
terbenam matahari”.
Dari dua hadist di atas, dapat kita pahami bahwa tidak boleh
melakukan shalat setelah shalat subuh hingga terbitnya matahari dan tidak boleh
melakukan shalat setelah melaksanakan shalat asar.
Dalam hadist lain Rasulullah menjelaskan alasan dilarangnya shalat
pada waktu tersebut:
“Dan waktu sholat adalah terbitnya fajar
sampai sebelum terbitnya matahari. Maka apabila matahari sudah terbit
berhentilah dari shalat karena matahari itu terbit diantara dua tanduk
syaitan.” (H.R Muslim)
Dari dalil-dalil tersebut, para Ulama sepakat
bahwa setelah shalat subuh hingga terbitnya matahari dan setelah shalat asar
hingga terbenamnya matahari diharamkan atau ada sebagian ulama
memakruhtahrimkan atau memakruhtanzihkan shalat pada waktu tersebut.
Sedangkan shalat yang tidak boleh diilakukan
pada waktu tersebut adalah Shalat sunnah. Namun ada pengecualin tentang shalat
sunnah tersebut; shalat jum’at, shalat mayit dan shalat fardu, baik yang
diqadla’ maupun yang dilakukan pada akhir waktunya.
By: Fahiya al-‘Azmy
[1] Hadist
riwayat Imam Bukhari (561) dan Imam Muslim (827). Sedangkan yang dimaksut
dengan huruf لا adalah nahiyah
(pelarangan). Artinya tidak boleh seseorang melakukan shalat di dalam waktu
tersebut. (at-Tazhhib fi Adillati Matan al-Ghayatu wat-Taqrib. Halm. 68).
0 komentar:
Posting Komentar