About


Get this widget:

Selasa, 30 Agustus 2016

BUDAYA DISKUSI ILMIAH VS DISKUSI KITAB KUNING PONDDOK PESANTTREN AL-ASHFA



"tak ada yang agung di dunia ini  selain manusia. Tak ada yang agung dalam diri manusia selain pikirannya”
_Sir William Hamilton_

Otak merupakan salah satu organ tubuh yang penting dalam tubuh manusia. Otak mrupakan menejer dalam tubuh manusia, karena segala aktivitas manusia diatur oleh otak. Manusia bisa bergerak, bisa bernafas dengan paru-parunya, bisa mencium dengan hidung, bisa merasa dengan lidah, bisa meraba dengan kulitnya. Semua itu bisa berfungsi karena otaknya berfungsi.  Ketika otak mengalami gangguan maka anggota tubuh juga akan mengalami gangguan fungsinya. Oleh karena itu, otak merupakan Hardware pusat dalam perangkat tubuh manusia.
Otak sebagai CPU bagi manusia, tempat penyimpanan semua informasi yang diterima oleh si manusianya. Dalam otak manusia terdapat memori atau ingatan. Memori adalah suatu proses yang meliputi perekaman, penyimpanan, pemanggilan informasi atau pengalaman. Memori juga merupakan suatu proses kognitif yang terdiri atas serangkaian proses, yaitu penyimpanan, retensi dan pengumpulan informasi.
          Kemampuan memori berkaitan erat dengan kecerdasan manusia. Semakin kuat daya ingat seseorang maka semakin baik pula kecerdasannya. Namun demikian, dalam proses berfikir manusia terdapat hal yang disebut lupa. Lupa dapat terjadi karena gangguan konflik antara item-item informasi yang ada dalam sistem memori seseorang. Dengan kata sederhana, lupa disebabkan karena kurang rapinya informasi tersimpan didalam otak manusia. Oleh karena itu, kita hendaknya tahu bagaimana cara mengatasi lupa tersebut.
Diskusi merupakan salah satu setrategi untuk mengatur informasi dalam “peti” dengan rapi. Sehingga ketika informasi itu dibutuhkan lagi, akan lebih mudah mengambilnya. Tidak “pikun” dimana sebuah data disimpan. Orang belajar ibarat anak kecil memasukkan mainannya ke dalam kotak mainan. Ketika mainannya ditata dengan rapi dan tersetruktur, maka anak kecil tersebut akan lebih mudah mencari mainannya dilain hari. Tidak perlu harus menangis dan membanting segala yang ada disekitarnya. Orang yang belajar pun seperti itu. Artinya, dalam menyerap informasi yang dia dapat, yang dia pelajari, dia harus bisa menyimpan input-input tersebut dengan rapi di dalam otaknya. Karena dengan begitu dia akan sangat mudah untuk mengingatnya kembali suatu saat ketika informasi tersebut diperlukan.
Diskusi juga merupakan salah satu metode meminimalisir terjadinya lupa. Memang lupa merupakan hal yang manusiawi. Namun apakah kita pasrah dengan hal tersebut? Dalam artian meskipun manusia adalah tempatnya lupa, lantas kita tidak berusaha untuk meminimalisir hal tersebut. Padahal kita sebagai manusia juga dituntut terus belajar  untuk menghadapi masanya, menghadapi dan memecahkan permasalahan zamannya dan tentunya belajar untuk lebih baik dan untuk lebih mengetahui Rabnya. Bayangakan saja, kalau seanddainya manusia pasrah dengan sifat pelupanya, hal tersebut mustahil terwujud. Jangka ingatan manusia rata sekitar 15 menit. Ketika manusia belajar lalu lupa apa yang sudah ia pelajari, namun dia tidak mau muaraja’ah apa yang dia pelajari tadi, maka percuma saja dia belajar dan hasilnya “nothing”. What i see and discuss, i will remember and understand. Maka dari itu, diskusi merupakan sesuatu yang urgen yang harus dilakukan oleh pelajar atau santri.
Dari pemaparan tersebut, maka penulis akan membahas secara singkat dan to the point tentang  budaya diskusi yang ada di pondok al-Ashfa. Apakah hal tersebut ada program studinya atau belum? Jika sudah, apakah program tersebut sudah diaplikasikan di setiap subjek yang sudah ditetapkan?
Seperti yang kita ketahui, kegiatan pondok al-Ashfa sangat kompleks dari menghafalkan al-quran,  pelatihan rebana, shalat berjama’ah, diskusi kajian politik, filsafat, pengajian usul fikih, diskusi rutinan tentang sejarah nabi Muhammad saw. Dan pembelajaran Umrithi. Semua bagus dan sangat mendukung dalam memaksimalkan kualitas diri sebagai santri modern. Namun, saya dalam artikel ini akan lebih meruncingkan pembahasan kita, yakni  tentang budaya diskusinya.
Dari pengamatan bahkan yang dirasakan penulis, kegiatan diskusi di pondok al-Ashfa sudah bagus dan itu cukup berjalan lancar. Banyak sekali pertanyaan-pertanyaan keritis keluar dari pembahasan-pembahasan tersebut. Artinya, dengan adanya kegiatan tersebut, santri terangsang untuk memunculkan gagasan-gagasannya, bahkan ada beberapa santri yang bersikap skeptis dengan tema  yang dibahas. Dari kegiatan tersebut, santri juga semakin paham dengan apa yang dia pelajari. Mereka saling share informasi, yang belum tahu jadi tahu,  yang sudah tahu semakin tahu dan semakin melekat di dalam memori mereka.
Lantas ada sesuatu yang mengganjal di perasaan penulis. Jujur, penulis masih merasa kurang dengan  kegiatan diskusi yang hanya dioptimalkan dalam masalah-masalah yang sudah disebutkan tadi. Sedangkan dalam kajian literatur arab, seperti kutub al-thurast, kurang dimaksimalkan. Toh, sudah ada pengajian ilmu nahwu ‘imrithi sebagai modal untuk berdiskusi masalah kitab-kitab klasik ala pesantren. Karena mengingat status kita sebagai santri yang mahasiswa, yang tentunya harus menjaga dan meningkatkan kemampuan membaca dan memahami referensi-referensi kitab kuning. Disisi lain, membuat santri semakin paham tentang ilmu nahwu, di sisi lain juga menambah wawasan keilmuan islam santri.
Oleh karena itu, mari kita adakan kegiatan diskusi kitab-kitab kuning, entah itu dari segi nahwunya, artinya, ataupun maknanya. Dan tentunya kita harus mengistiqamahkannya. Mengingat hal tersebut_penguasaan kitab-kitab kuning_ adalah salah satu bukti eksistensi santri disamping akhlak mulia. Bahkan yang terjadi dalam kehidupan sosial, santri itu identik dengan penguasaan kitab-kitab klasik. Bukan santri jika belum bisa baca kitab kuning dan ilmu nahwu sharafnya. Harapan akhir, santri al-Ashfa bisa menjadi santri modern yang multitalent dan luwes. ilmu dunia bisa, ilmu akhiratnya “top markotop”.  Kalau bisa seperti itu, masyarakat akan jatuh cinta kepada kita.

المال يأتي من وراء العلم"لقوله صلى الله عليه وسلم

                                                                   Oleh: Muhammad NurHamid H

0 komentar:

Posting Komentar