MASA DEPAN DITENTUKAN DARI DETIK INI
Kesombongan yang selama ini menyelimuti hatiku menyebabkan
kedunguan yang sangat panjang, panas membakar ilmu-ilmu yang aku pelajari dari
dulu hingga sekarang. Gak ono efeke. Kepura-puraan yang selama ini aku
banggakan menyebabkan penghormatan munafik bagai musuh dalam selimut.
Tanpa aku sadari semua itu membunuh karakterku dan keberadaanku.
Kasarnya, setiap orang yang memandangiku mereka mengira aku adalah simbol
kebohongan. Seperti bunglon yang berubah warna tubuhnya menyesuaikan tempat dia
berada untuk bersembunyi dari kematiaannya. Satu kesalahan yang aku perbuat
akan aku tutupi sebisaku_bahkan mengahalalkan segala cara dan menutupi
kebohongan dengan kebohongan. Lari kesana kemari mencari tambalan-tambalan yang
bisa menutupi tubuhku.
Namun, entah ada apa, aku akhir-akhir ini merasa kurang nyaman
dengan diriku “yang ini”. Kakiku pegel lari kesana-kemari tanpa tujuan
yang agung_hanya menutupi kepura-puraan. Aku ingin istirahat dari semua ini.
Dan pada akhirnya aku sudah menjadi sesuatu yang berbeda_karena ke-orang-anku
tidak akan pernah berubah, jiwa dan sifatku akan tetap sama. Tinggal
mengalihkan kepada suatu yang berbeda. Umar sang Singa Padang Pasir akan tetap
pada sifat tegas dan kerasnya namun dia belokkan kepada keegasan terhadap
kemaksiatan dan kemungkaran.
Dalam benakku saat ini tergambar jelas bagaimana aku jika masih
seperti ini. Aku harus berubah, pikirku. Aku tidak tahu apa yang dibawah oleh
“esok”. Aku tidak memilik hak masa
depan. Dia bukan milikku. Aku cuma menatanya dari yang aku punya saat ini_masa
sekarang. Memaksimalkan apa yang ada pada detik ini, saat ini sehingga aku
mempunyai bekal untuk hidup di masa depan.
Mau jadi apa kita? Jawabannya adalah bagaimana kita saat ini.
Fahiya
al-‘Azmi
0 komentar:
Posting Komentar