This is default featured slide 1 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.
This is default featured slide 2 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.
This is default featured slide 3 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.
This is default featured slide 4 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.
This is default featured slide 5 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.
Minggu, 30 Desember 2018
Senin, 12 November 2018
Aku Mulai Terbiasa Dengan Luka Itu
Ya
sudah lah. Lambat laun aku mulai terbiasa dengan luka itu dan mulai berpikir
logis. Aku bahkan merasa lega setelah ditinggalin cewekku, kenapa? Karena
akhirnya aku tahu seperti apa pacar yang aku harapkan untuk menjadi pendamping
seumur hidupku itu. Aku sadar bahwa ternyata pacarku tidak siap untuk hidup
senang dan susah. Pacarku tidak siap untuk menjalani rumah tangga yang kadang
rodanya di atas dan kadang di bawah.
Allah
SWT memberikan aku kesempatan untuk mencari tulang rusuk yang pas, tulang rusuk
yang sadar tanpaku dia tidak akan bisa hidup, dan aku menyadari tanpa tulung
rusukku, aku akan mati karena jantungku pecah karena tidak ada yang melindungi.
Terus saja melangkah sembari belajar dari semua peristiwa yang terjadi dalam
hidup kita sebagai proses pendewasaan diri menjadi lebih baik.
@@@
Minggu, 11 November 2018
Pertemuan Pasti Ada Perpisahan = Perpisahan Pasti Ada Pertemuan
Sebuah
pertemuan pasti ada perpisahan. Begitu juga, ada perpisahan pasti ada
pertemuan. Kedua konsep tadi selalu saja berputar. Meski nanti perpisahan atau
pertemuan setiap pasangan akan berbeda, tergantung bagaimana mereka
mempertahankannya. Beberapa diantara mereka ada yang berpisah karena ajal, ada
yang karena perceraian. Beruntunglah mereka yang abadi dunia hingga akhirat.
Aku
ingat dulu bagaimana aku bertemu dengan pacarku ketika mondok. Waktu itu, aku
iseng membuat sebuah puisi lumayan panjang, entah judulnya apa aku lupa. Aku
tulis di atas sobekan kertas. Aku lipat tidak terlalu rapi. Kemudian aku tarung
di bawah meja. Aku tata kertas itu senatural mungkin supaya tidak terlihat
kalau ini adalah rekayasa.
Setelah
kurasa cukup alami kertas itu terlihat seperti benar-benar dibuang, aku keluar
kelas menuju pondok. Sebentar lagi kelas putri akan masuk.
Waktu
sekolah antara putra dan putri di pondok YPRU dipisah. Jadi, kemungkinan besar
mustahil untuk mengobrol dengan santri putri. Kalau ngecengin dari lantai empat
pondok putra sih, kami – para santri putra, selalu tepat waktu. Termasuk ini
yang nulis. Bahkan aku pernah lihat ada yang menggunakan teropong pembesar
untuk melihat sang bidadarinya.
Karena
dipisah dan tidak bisa bertemu, maka solusinya adalah dengan saling mengirim
dan membalas surat. Ketika sang pangeran gudek lagi kangen sama sang putri
gudek, mereka akan menuliskan kata hati mereka di secarik kertas kemudian
digambar sesuai kreasi mereka. Biasanya mereka yang tidak bisa menggambar akan
meminta bantuan kepada temannya untuk menghias suratnya.
@@@
Gerbang
pondok sudah terbuka sebelum jam tujuh. Santri-santri nongkrong terlebih dahulu
di warung favorit mereka, menikmati makan pagi sebelum otak mereka dipaksa
mempelajari kitab kuning dan illmu-ilmu lain.
Aku
menikmati sarapan dengan pikiran sepucuk surat balasan terselip di bangkuku.
Aku senang banget pasti bisa kenalan dengan santri YPRU. Karena konon santri
sini itu cantik-cantik. Mbbrrrrrr,,, pokoknya.
Benar
saja, aku menemukan lipatan kertas terselip di celah mejaku bagian bawah. Aku tarik
kertas itu. aku buka dengan hati-hati, takut ada yang sobek.
Assalamu’alaikum.
To the poin ea. ue yang nulis puisi yang dibuang dibawah meja
ini, ea? Jujur, puisinya bagus banget, dalem artinya dan kata-kata yang ue
rangkai indah sekali.
Oh,iya, boleh kenalan nggak? Kenalin, namaku Mia. Kamu siapa?
Asli mana?
Sekian yang bisa aku tulis. Terima kasih puisinya.
Wassalam...
Sejak
surat balasan pertama itu, aku dan dia semakin intens mengirim dan membalas
surat. Hingga kami saling jatuh hati dan memutuskan untuk menjalin hubungan
asmara. Padahal kami belum pernah ketemu langsung. Tapi rasa penasaran kami sedikit
terobati dengan beberapa foto yang kami kirim.
Dua
tahun menjalin hubungan, akhirnya hubunganku kandas dengan alasan dirinya yang
mengatakan kalau kita ini sudah tidak cocok lagi. Tidak ada badai tidak ada
hujan, bangunan yang selama dibangun roboh seketika hanya karena ada kerikil
kecil yang masuk ke dalam.
Awalnya
memang sakit. Aku bahkan terpuruk selama beberapa hari. Namun akhirnya aku
sadar untuk apa menangisi orang yang tidak sayang kepadaku.
Suatu
saat nanti akan ada pertemuan lagi untukku yang jauh lebih indah dan jauh lebih
abadi dari dunia hingga akhirat kelak. Aku yakin setelah perpisahan ini akan
ada pertemuan yang direstui Allah. Alhamdulillah, di umurku yang sudah
mendekati masa dimana aku harus duduk di pelaminan, aku belum menjumpai pertemuan itu. aku masih
mencari pasangan yang mau diajak serius ke arah sana.
Sebenarnya,
aku sedang jatuh cinta dengan seorang gadis manis. Aku berusaha keras mendekati
dia, mencoba mengambil hatinya. Dia orangnya cuek banget.
Karena
sikap cueknya itu, aku jadi ragu apakah aku harus melanjutkan perjuangan ini. Ketika
nanti sudah aku perjuaangkan setengah mati, eh, ternyata dia sudah milik orang
lain. aku tidak mau lagi merasakan sakit hati karena cinta. Itu sangat-sangat
menyakitkan! Aku ingin yang pasti saja. Aku sudah tidak butuh masa PDKT. Pendekatan
hanya untuk mereka yang tidak serius menjalani hubungan percintaan. Pendekatan hanya
bentuk alabi untuk mencari kekurangan dan tidak mau menerima kekurangan dari
pasangannya. Ketika banyak dijumpai kekurangan, maka salah satunya mengatakan “maaf,
kita sudah tidak cocok lagi. Mending kita putus saja.”
“ya
Allah, jika perempuan yang aku kejar ini adalah jodohku, maka kuatkan kakiku,
teguhkan badanku berjuang merebut hatinya.”
Hanya
doa itu yang membuatku masih merasa memiliki harapan.
@@@
Jumat, 26 Oktober 2018
SAATNYA BEKERJA, BELAJAR SAJA KURANG
Hallo, bagaimana kabar kalian hari ini? Apakah
kalian hari ini bebas melakukan apa yang seharusnya kalian lakukan? Apa kalian
terbentur dengan sistem yang menghambat berlakunya hukum sunnatullah
dalam level peran hidupmu saat ini? Jika kalian masih bisa melakukan apa yang
seharusnya dilakukan, maka bersyukurlah. Jikalau tidak, ya, bersabarlah.
Kesempatan dan kelegaan itu adalah anugrah yang
harus disyukuri dan dimanfaatkan sebaik mungkin sebelum datang yang namanya
kessempitan. Ketika kesempitan menghampirimu di persimpangan jalan nanti, maka
hanya menyesal yang bisa kau lakukan. Kesempatan datang satu kali. Namun ketika
kalian tidak bisa melakukan apa tugasmu saat ini maka bersabarlah. Sabar di
sini bukan berarti kita diam diri menerima saja perbudakan sistem. Sabar adalah
proses menuju kemenangan diri lewat bertindak, berdoa, bertindak dan berpikir.
Tidak semua orang mempunya kelegaan itu, kawan.
Aku seumpama. Aku adalah manusia terisolasi dari peran yang sesungguhnya. Aku
harus belajar tanpa bekerja. Sementara di usiaku yang sekarang aku – secara
wajarnya- harus bekerja, membantu orang tua, meringankan beban mereka. Tapi
karena sistem dan pola pemikiran yang menurutku lebih kearah “Penjelmaan
dirinya sebagai Tuhan yang menentukan barokah dan kesuksesan orang”, aku harus
berdiam diri di dalam bangunan yang ssangat berbeda dengan bangunan sebelum
ini.
Aku tidak boleh bekerja. Katanya, membahagiakan
orang tua itu bukan dengan memberi mereka uang. Bukan! (dengan nada berapi-api
dirinnya mengatakan itu). prestasilah yang bisa membahagiakan kedua orang tua
di rumah. Okey, katakanlah, pada tahap ini aku setuju – sekilas. Namun, kalau
dipikir-pikir lagi, apa iya orang tua akan bahagia hanya dengan mendengar
prestasi anaknya sementara dia harus susah payah mencari pundi-pundi kehidupan
dan biaya anaknya kuliah? Belum lagi kalau mereka sudah tua renta. Kebahagiaan
apa itu? tega kah anaknya melihat itu? sadari itu!
Sudahlah. kita – terutama yang menjadi orang tua -
tidak usah berpura-pura lagi. Ada beban berat ketika kita sudah tua dan masih
harus bekerja. Namun, karena alasan prestasi akademik anaknya, lantas kita
mengatakan “Oh, tidak apa-apa, nak. Yang penting kamu bisa berprestasi.” Hah,
mendengar kata-kata itu saja menunjukkan hati mereka menjerit kencang.
Waktu kecil dulu, belajar dan belajar tanpa
memikirkan bagaimana mencari uang, itu wajar. Tapi sekarang ini kita sudah gede
lho. Rasanya akan ada hal yang gersang dalam proses thalabul ilmi
kalian kalau tidak disambil bekerja. Manfaat yang didapat dan diberikan tentu
akan lebih besar mereka yang bisa belajar sambil bekerja. Benar tidak? Tengok
kata hati nurani kalian.
Tampaknya, beliau yang “menjadi tuhan” tadi lupa
akan sisi ini. Beliau terjebak di dalam gengsi “Aku adalah pengasuh di sini”,
dan karena rasa tidak percaya kepada orang lain dia mengubur kewajiban seorang
anak kepada orang tuanya! Anak itu memang goblok. Dia tidak mengikuti perlombaan.
Dia asik dengan kesibukan menghasilkan karya, buku, artikel, mengisi pengajian.
Sebab dia sadar bahwa sekarang bukan saatnya menampakkan kepinteran atas orang
lain. Tapi, seberapa manfaat dirinya bagi orang tuanya.
Jumat, 19 Oktober 2018
HIDUP BERMASYARAKAT
Manusia diciptakan Allah SWT berpasang-pasangan. Siang
berpasangan dengan malam, matahari dengan matahari, baik dan buruk, dan
laki-laki dan perempuan. “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu
yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah
menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan
laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan
(mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah)
hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.”
(QS. An-Nisa:1)
Di dalam ayat lain, Allah berfirman “Dan Kami jadikan
kami berpasang-pasangan.” (QS. An-Naba: 8) masalahnya, kalau semua
diciptakan berpasangan, lantas JOMBLO itu ciptaan siapa? Haha.. karena aku
sendiri yang belum punya pasangan diantara teman-teman sekelompokku. Sorry,
bercanda. Kita kembali ke pembahasan.
Dalam prosesnya, manusia berkembang biak, meneruskan
keturunan dan akhirnya membentuk masyarakat. Oleh karena itu, adalah tidak
benar apabila manusia memisahkan diri dari kehidupan bermasyarakat. Berbicara
tentang manusia sosial, saya teringat istilah yang saya dapatkan ketika
mengikuti pelajaran IPS, bahwa manusia adalah “Zoon Politicon”, artinya manusia
adalah makhluk sosial yang hidup bermasyarakat. Setiap manusia saling membutuhkan
satu sama lain. Contoh kecil, seorang bayi tidak akan bisa minum susu kecuali
dibantu sang ibu meminum susu. Bahkan meninggal pun seseorang masih membutuhkan
orang lain untuk memandikan, mengkafani, menyolati dan menguburkannya.
Selama dua bulan di lokasi KKN memberikan pelajaran yang
sangat bagus tentang bermasyarakat. Kita dibuat menyadari satu hal di atas
bahwa kita pasti membutuhkan orang lain. Program-program yang sudah
direncanakan jauh-jauh hari sebelum kita bertempat di lokasi tidak akan bisa
berjalan tanpa ada bantuan dari masyarakat. Begitu juga dengan masyarakat,
membutuhkan mahasiswa untuk membantu memajukan masyarakat secara keilmuan dan
sarana prasarana.
Selain itu, Kuliah Kerja Nyata memberikan ruang kepada
mahasiswa dan masyarakat untuk menjadi pribadi yang bermanfaat. Saya pikir,
membentuk masyarakat yang baik dibutuhkan kesadaran pada syarat membangun
masyarakat baik. Pertama, kita semua adalah sama. Tidak ada yang lebih
baik dari pada yang lain kecuali karena ketaqwaan – hal positif bermanfaat yang
dilakukan. Tidak memandang apakah dia orang tua atau remaja. Tolok ukurnya
adalah ketaqwaan tadi yang diimplementasikan kepada sesama. Artinya segala
aktifitas manusia dicurahkan memberikan yang terbaik untuk sesama dan menjaga
mereka dari perbuatan buruk kita.
Tidaklah mudah membangung masyarakat yang baik dalam kasih
sayang, persaudaraan. Tidak mudah. Meskipun sebenarnya sepele tapi susah sekali
untuk dipraktikkan. Syarat yang harus dipenuhi untuk membangung hubungan yang
baik dengan masyarakat adalah menyingkirkan “ego”.
Selama manusia masih mendambakan ego, yakni aku yang lebih
berkuasa, aku yang lebih pantas melakukan itu dari pada kamu, maka jangan harap
satu kegiatan sosial pun bisa berjalan dengan baik. Sekedar mengobrol pun akan
menjadi sesuatu yang mustahil. Yang sering menghiasi nafas dan detak kehidupan
bermasyarakat hanya emosi yang berujung pertengkaran, dengki, dan membenci.
Oleh karena itu, kita harus ingat kembali bahwa tidak ada
yang istimewa di dunia ini menurut Allah kecuali karena ketaqwaannya yang
diimplementasikan secara vertikal dan horizontal; hubungan dengan Allah dan
hubungan dengan manusia.
۞
MENGENAL MASYARAKAT
Hidup bermasyarakat tidaklah mudah, maka kita harus mengenal
bagaimana masyarakat di sekitar kita. Dengan mengenal masyarakat kita bisa
memaklumi karakter-karakter yang ada di dalam sana. Maka benar jika sikap
saling mengenal, saling mengerti, saling memahami adalah tujuan diciptakannya
perbedaan.
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa
dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling
mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara
kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. (Qs.
al-Hujurat: 13)
Mengenal masyarakat sekitar dapat meminimalisir perbedaan
yang memicu konflik. Tujuan diciptakan perbedaan adalah untuk saling mengenal
bukan untuk mengenal. Artinya kedua belah pihak atau semua pihak harus terlibat
untuk mengenal satu sama lain. Ketika ada suatu masalah, maka semua pihak harus
menyelesaikan dengan bermusyawarah, mencari akar masalahnya dan
penyelesaiannya. Jika hanya satu pihak yang ingin menyelesaikan masalah dengan
baik-baik, namun yang lain kokoh dengan ego maka yang terjadi masalah itu malah
tambah runyam dan pelik.
Kamis, 18 Oktober 2018
Kuliah Kerja Nyata dalam Pandangan Islam dan Sebagai Metode Pembelajaran
Oleh:
Ham
Cerita soal KKN, tentu ada banyak hal yang saya alami. Mulai
dari ketakutan bertemu orang baru, ditunjuk menjadi ketua kelompok sementara
aku tidak punya pengalaman apapun soal leadership sampai masalah cinlok (cinta
lokasi). Bingung apa yang harus aku ceritakan di sini. Tidak mungkinlah kalau
aku ceritakan mulai dari pelepasan hingga pelepasan KKN. Buku ini malah jadi
novel – novel? Ide bagus tuh. Mungkin di buku lain aku akan membuat cerita KKN
menjadi novel. Sekarang saya hanya ingin berbagi cerita yang kiranya penting
dan ada pelajaran yang bisa diambil buat pelajaran hidup.
Saya sangat kagum dengan penjelasan bapak rektor UIN Sunan
Kalijaga, Yudian Wahyudi, ketika memberikan bekal kepada mahasiswanya yang akan
dilepas ke lokasi KKN. Beliau mengaitkan KKN dengan salah satu ayat al-Quran. Dan
saya, sekali lagi, sangat kaget. Betapa cerdasnya beliau. Dalam hati, saya
bilang “aku ingin menjadi pintar bahkan lebih pintar dari beliau”.
Mengaitkan kegiatan KKN dengan Islam, Yudian mengutip ayat
dari QS. Ali Imran: 137,
قد خلت من قبلكم سنن فسيروافي الأرض فانظروا كيف كان عاقبة المكذبين.
Artinya:” Sesungguhnya telah
berlalu sebelum kamu sunah-sunah Allah; karena itu, berjalanlah kamu di muka
bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang mendustakan (rasul-rasul).”
Kemudian beliau menegaskan bahwa KKN merupakan tindakan
menjalankan perintah Allah tersebut, yaitu berjalan di bumi untuk melihat-lihat
keadaan realita. Karena teori saja tidak akan cukup. Bahkan terkadang teori
tidak bisa menjawab permasalahan realita. Dengan kata lain, teori tidak sesuai
dengan realita yang ada.
Masih ingatkah dengan sejarah pertama kali Rasulullah
Muhammad Saw menerima wahyu? Wahyu pertama tersebut adalah perintah membaca (Al-‘Alaq:1-5).
Malaikat Jibril datang kepada Rasulullah dengan rupa yang sangat menakutkan –
lebih tepatnya bukan menakutkan tapi karena Rasulullah baru pertama kali
bertemu dengan makhluk tersebut. Malaikat Jibril datang kepada Rasul seraya
berkata “bacalah!” rasulullah dengan gemetar menjawab “aku tidak bisa
membaca” Malaikat Jibril berkata lagi “bacalah!” namun Jibril terus
mendesak Nabi Muhammad untuk membaca wahyu Allah. Beliau ketakutan hebat hingga
menggigil. Jibril pun memeluk Nabi Muhammad seraya membacakan wahyu pertama bagi Muhammad Saw.
Sekarang pertanyaannya adalah apa yang harus Nabi Muhammad
baca saat itu? Sementara Nabi sendiri tidak bisa baca. Ya, kalau suruh baca ada
teks bacaanya sih sedikit masuk akal. Tapi ini, suruh baca tapi tidak ada teks
yang harus dibaca. Aneh kan? Inilah yang ingin ditegaskan oleh bapak rektor UIN
Sunan Kalijaga.
Maksud membaca dari ayat tersebut adalah membaca keadaan
masyarakat Makkah waktu itu. Jadi, selama 3.5 tahun rasulullah berkholwat di
dalam gua Hira, melihat-lihat aktifitas umatnya dari dalam gua. Setelah itu,
malaikat Jibril datang kepada Muhammad supaya beliau menyimpulkan dari membaca
realita masyarakatnya.
Kuliah Kerja Nyata (KKN) merupakan bagian dari membaca
realita sembari berjalan-jalan di daerah lain, daerah yang baru dikenal, supaya
mahasiswa bisa berlatih dan belajar bermayarakat. Kemudian mengambil ilmu
sebagai modal dirinya terjun ke dalam masyarakat yang sesungguhnya dan dalam
jangka waktu yang sangat lama.
Terakhir, dengan adanya kegiatan KKN ini diharapkan
mahasiswa menjadi orang yang lebih baik dari pada sebelumnya. Mahasiswa lebih
tahu memposisikan dirinya di tengah masyarakat tanpa harus membuat api di
lingkungan tinggalnya. Masyarakat tidak akan merasa terusik dengan
perubahan-perubahan yang dilakukan mahasiswa karena perubahan-perubahan itu
pelan-fleksibel namun pasti.
Rabu, 03 Oktober 2018
MEMULAI LEMBARAN BARU
Semenjak pulang dari rumah selama seminggu
kemarin, menjalani kehidupan di Jogja seperti membuka lembaran baru. Aku
memulai segala hal disini dengan semangat yang baru. Apalagi soal perkuliahan
yang sempat terbengkalai, skripsi terjebak macet panjang diantara berbagai
aktifitas sampahku semisal main game, molor sepanjang hari dan kawan-kawan.
Padahal seharusnya aku sudah menyelesaikannya dan diwisuda secepatnya. Karena
berbagai aktifitas yang membutakan mataku itu sehingga aku tidak bisa
membedakan mana yang fardlu dan mana yang haram bagi seorang akademisi.
Aku sudah menyadari kesalahanku itu satu hari
sebelum aku pulang ke Demak. Sampai aku bilang ke teman sekamarku bahwa aku
berjanji setelah pulang dari Demak, segera mungkin permasalahan kampus dan
tetek-bengeknya akan aku rampungkan. Janji itu adalah langkah pertamaku memulai
lembaran baru, aktifitas yang lebih bermakna, dan untuk menggapai masa depan
yang lebih cerah. Andai kata nanti ditengah berkecamuknya perang, aku dipandang
sebelah mata sebab – misalkan – aku tidak lagi mengurusi kebersihan badanku,
atau rambutku yang awut-awutan, tidak akan aku perdulikan. Seekor ulat sebelum
menjadi kupu-kupu indah, terlebih dahulu menjadi sosok yang menjijikkan.
Mempuasakan dirinya dari gensi yang tidak menjamin kepastian dan mentirakati
cita-citanya dengan ketawadluannya. Masa aku kalah dengan seekor ulat, bro? Mau
kusembunyikan dimana lagi mukaku?
Aku sudah tidak punya tempat lagi untuk
menyembunyikan mukaku dari omongan orang yang menganggap aku adalah orang yang
paling hebat. Sementara itu, diriku sendiri bukan siapa-siapa.
Anggapan-anggapan itu adalah aib bagiku. Sudah cukup telinga ini mendengar
mereka. Tapi aku bersyukur karena Allah masih memberikan kesempatan ini
sehingga sekaranglah aku melangkahkan kaki, memulai diri yang dewasa
mempertanggungjawabkan cita dan mewujudkannya.
Jogja, 01-10-18
Rabu, 02 Mei 2018
Kebaikan di Dunia dan Akhirat
Rasulullah
Saw bersabda:
إن
الله تعالى لا يظلم المؤمن حسنة يعطى عليها في الدنيا، ويثاب عليها في الاخرة.
وأما الكافر فيعطى بحسناته في الدنيا، حتى إذا أفضى إلى الاخرة لم تكن له حسنة
يعطى عليها خيرا. (رواه النسائى عن أبي أمامة)
Artinya:
“Sesungguhnya
Allah SWT tidak akan menzhalimi mukmin dari kebaikan yang diberikan kepadanya
di dunia, dan memberikannya pahala di akhirat. Adapun dengan orang kafir, Allah
hanya memberinya kebaikan-kebaikan di dunia saja, ketika orang kafir sampai
pada kehidupan akhirat, mereka tidak memiliki kebaikan yang diberikan kepadanya
sebagai pahala.” (HR. Al-Nasai dari Abi Umamah)
Ulasan:
Gus Shovie
menerangkan bahwa hadist di atas menunjukkan nilai plus orang mukmin ketimbang
orang kafir. Orang mukmin dijanjikan Allah kebaikan di dunia dan di akhirat,
sedangkan orang kafir hanya diberikan kebaikan di dunia saja.
Apapun yang
diperbuat seorang mukmin yang diniatkan untuk mendapatkan ridla Allah maka
perbuatannya itu bernilai kebaikan di dunia dan akan dibalas dengan pahala di
akhirat kelak. Misalkan seorang mukmin A sedang mendirikan bisnis masakan,
dirinya mendirikan bisnis tidak hanya semata-mata untuk mencari uang, namun
juga diniatkan uang hasil bisnis itu untuk sedekah, atau dalam menjalankan
bisnis itu, sikap jujur dan tidak menzhalimi pelanggan dijalankan dengan benar.
Maka bisnisnya itu akan memberikan manfaat berupa uang dan pahala baginya.
Berbeda
dengan orang kafir, dia berusaha dan mendapatkan hasil dari apa yang
diusahakannya, tapi dia tidak mendapatkan hasilnya di akhirat kelak. Di dunia
ini hukum sunnatullah tetap berlaku bagi siapapun, tidak memandang apakah dia
mukmin atau tidak. Biarpun dirinya tidak beriman kepada Allah, tidak
mengucapkan sahadat, jika orang kafir berusaha keras membanting tulang untuk
mencari uang, misalnya, maka dia akan memperoleh uang yang dimaksut.
Sebaliknya,
meskipun seorang mukmin, kalau dia bermalas-malasan, maka sampai kapanpun,
selamanya akan menjadi miskin. Hanya saja, karena mukmin memiliki nilai plus,
kemiskinannya itu juga bisa mengandung pahala baginya, asal dia bersabar atau
tidak.
Setelah
membaca penjelasan di atas, sudah adakah muncul pertanyaan di pikiran pembaca
yang hebat? Kalau saya malah bertanya seperti ini, “Kenapa orang mukmin
memiliki nilai plus, sedangkan orang kafir tidak? Apakah orang kafir juga bisa
memiliki nilai plus itu?”
Jawaban
pertanyaan pertanyaan adalah karena orang mukmin mempunyai karcis berbentuk dua
syahadat. Orang mukmin pastilah islam, dan untuk menjadi islam dirinya harus
mengucapkan dua syahadat terlebih dahulu; syahadat tauhid dan syahadat rasul.
Di dalam kitab Sullamu At-Taufiq diterangkan bahwa, masuk agama Islam,
seseorang – baik kafir murni atau orang pernah murtad sebelumnya – harus
membaca dua syahadat.[1]
Ibaratnya
seperti pemutaran film di bioskop. Untuk dapat memasuki gedung bioskop tentu
seseorang harus memiliki karcis masuk yang disediakan oleh panitia. Kemudian,
karcis sudah di tangan, selanjutnya mengikuti aturan dari panitianya, misalkan
masuknya dengan mengantri dan menyerahkan tiketnya. Kalau main nyelonong,
nyerobot antrian, atau tidak mengasihkan karcis ke panitia, maka dirinya
siap-siap ditahan untuk melakukan pengecekan ulang.
Kedua
syahadat tersebut merupakan prinsip dasar yang menjadi penentu keabsahan dan
diterima atau tidaknya amal perbuatan hamba. Perbuatan hamba akan diterima oleh
Allah jika dilakukan karena Allah SWT semata, bukan karena selain-Nya. niatan
ikhlas tersebut sebagai bentuk nyata dari syahadat yang diucapkannya, La
ilaha illa Allah (tiada tuhan yang wajib disembah kecuali hanya Allah) dan
niatan ikhlas tadi harus sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Rasulullah, wa
anna Muhammadan Rasulullah (dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah).
Lanjut
pertanyaan kedua, apakah orang kafir bisa memiliki nilai plus – yang Allah
janjikan kepada mukmin? Jawabannya adalah SANGAT BISA! Waktu tempat dan
kesempatan sangat terbuka sekali bagi mereka yang ingin mendapatkan nilai plus
itu. sebagaimana penjelasan pertanyaan pertama, bahwa untuk mendapatkan nilai
plus itu, seseorang harus membeli karcisnya.
Orang yang
belum berikrar meniadakan tuhan-tuhan yang lain dan menerima Tuhan yang paling
benar dan utusan-Nya yaitu Muhammad Saw, maka dia belum memiliki karcisnya. Dia
harus membeli terlebih dahulu hanya dengan mengucapkan kalimat ikrar tersebut
dan mempertahankannya sampai akhir hayat. Nabi Muhammad Saw bersabda:[2]
من
كان آخره كلامه لا إله الا الله دخل الجنة. (رواه الحاكم بإسناد صحيح)
Artinya:
“Barang
siapa pada akhir hidupnya mengucapkan kalimat “la ilaha illallah, maka pasti
masuk surga.” (HR. Al-Hakim dengan sanad yang shahih)
Nama Yang Baik
Rasulullah
Saw bersabda:
إن
من حق الولد على والده أن يعلمه الكتابة، وأن يحسن إسمه وأن يزوجه إذا بلغ. ( رواه
إبن النجار)
Artinya:
“Sesungguhnya
salah satu yang menjadi hak anak atas orang tuanya adalah hendaknya orang tua
mengajarinya menulis (sekolah), memberikan nama yang bagus, dan menikahkan
ketika sudah sampai waktunya.” (HR. Ibnu Al-Najar)
Ulasan:
Menurut Gus
shovie, hadist di atas menerangkan tentang kewajiban orang tua kepada anaknya.
Orang tua harus melakukan, minimal – sesuai hadist tersebut, tiga hal, yaitu:
1.
Memberikan
pendidikan
Orang tua adalah pendidik pertama bagi anak. Sebab di dalam keluarga itulah
anak pertama kali mengenal lingkungan ketika dilahirkan di dunia. Dalam
perkembangan selanjutnya keluarga juga merupakan lingkungan utama dalam
pembentukan karakter pribadi seorang anak. Masa-masa awal anak pasti lebih
banyak dihabiskan di dalam keluarga. Maka di dalam keluargalah seorang anak
manusia mengalami proses pendidikan yang pertama. Segala bentuk prilaku
keluarga, terutama kedua orang tua, baik lisan maupun perbuatan, baik yang
bersifat pengajaran, keteladanan, maupun kebiasaan-kebiasaan yang diterapkan di
dalam kehidupan sosial keluarga, akan mempengaruhi pola perkembangan prilaku
anak selanjutnya.[1] Maka
dari itu, orang tua harus memberikan pendidikan yang baik kepada anaknya.
pendidikan yang baik tersebut adalah tentang akhlak yang baik. Akhlak
adalah modal besar untuk mengembangkan sikap keagamaan anak. Kita bisa
mengambil hikmah dari tujuan pertama kali Rasulullah di utus adalah untuk
menyempurnakan akhlak mulia.
Adapun akhlak Islam yang dapat dikatakan sebagai akhlak yang Islami adalah
akhlak yang bersumber dari ajaran Allah dan Rasulullah. Akhlak Islami ini
merupakan amal perbuatan yang sifatnya
terbuka sehingga dapat menjadi indikator apakah seseorang muslim yang baik atau
buruk. Akhlak ini merupakan buah dari akidah dan syariah yang benar.[2]
2.
Memberikan Nama yang Baik
Fungsi utama pemberian
nama kepada anak adalah fungsi referensial, yaitu memberi identitas sebuah maujud atau
insan, sehingga yang maujud atau insan dapat dikenali dan dibedakan dari maujud
atau insan yang lain. Identitas tersebut bisa berupa identitas kedaerahan,
keimanan atau status sosial.
Bahkan tidak hanya sekedar itu, nama adalah media untuk menegosiasikan
berbagai identitas yang ada di dalam masyarakat, misalkan masyarakat yang
kental adat jawanya akan memberikan nama kepada anaknya nama jawa, seperti
Paijo, Paijan, Painem, atau yang lain. berbeda dengan orang yang suka dengan
bahasa Arab, mereka akan memberikan nama yang berbahasa arab, seperti Wahid,
Hamidah, Hidayat dan yang lain-lain. Masyarakat dapat menonjolkan identitas
tertentu atau menyembunyikan identitas tertentu melalui nama.[3]
Nama juga merupakan media ampuh untuk menaikkan status sosial seseorang. menurut
Nurhayanti(https://media.neliti.com/media/publications/4989-ID-negosiasi-identitas-dalam-pemberian-nama.pdf,
akses 30 April 2018), berdasarkan hasil penelitiannya di desa Gotputuk,
mengatakan bahwa masyarakat Gotputuk yang pernah mengenyam pendidikan tinggi
atau merantau di kota-kota besar dan kemudian kembali ke desa, akan merasa
bahwa desa Gotputuk adalah desa pelosok. Oleh karena itu, dengan memberi nama
yang bercorak ‘urban’ atau ‘global’ sebagian masyarakat tersebut ingin
menunjukkan identitas yang berbeda, yaitu bukan lagi bagian dari masyarakat
pedesaan umumnya. Dengan demikian, secara tidak langsung, kelompok ini berupaya
untuk menaikkan status sosial mereka.
Inti dari pembahasan poin nama ini adalah nama memiliki peran penting dalam
pribadi individu yang akan mencerminkan pola pikir masyarakat dan tentu
keluarga. Oleh karena itu, orang tua harus memperhatikan nama anak. Jangan
memberikan nama anak sembarang apalagi nama yang memiliki arti jelek.
3.
Menikahkan
anak
Puncak kewajiban orang tua kepada anaknya adalah menikahkannya. Setelah
anak sudah sampai pada usia baligh dan meminta dinikahkan, maka wajib bagi
orang tua untuk menikahkannya.
Sebagaimana hadist yang diriwayatkan oleh Annas r.a. rasulullah Saw
bersabda:
“Seorang anak disembelihkan aqiqah, diberi nama dan dibersihkan (dari
kotoran) yang membahayakan pada usia tujuh hari, apabila sampai pada usia enam
tahun maka didiklah. Jika sampai pada usia sembilan tahun pisahkan tempat
tidurnya. Jika sampai pada usia tigabelas tahun telah melaksanakan shalat dan
apabila umurnya sampai pada enam belas tahun maka nikahkanlah, lalu pegang
tangannya dan katakan: sungguh telah aku didik engkau dan telah kuberi ilmu dan
telah aku nikahkan engkau maka aku berlindung kepada Allah dari fitnahmu di
dunia dan azabmu di akhirat.”
Salah satu kewajiban orang tua terhadap anaknya adalah menikahkan anaknya
ketika dirinya sudah siap. Jika orang tua mengabaikan hal ini, kemudian anaknya
terjerumus dalam lubang perzinaan, maka orang tuanya juga yang akan ikut
terkena akibat perbuatan anaknya. Rasa malu dan hancurnya harga diri di tengah
masyarakat merupakan imbalan yang langsung Allah turunkan di dunia. Belum lagi
siksaan diakhirat kelak yang lebih dasyat lagi mengerikan.
Oleh karena itu, ketiga kewajiban bagi orang tua tersebut harus
diperhatikan. Anak-anak harus dipenuhi kebutuhan pendidikannya, diberikan nama
yang paling bagus, kemudian menikahkan anaknya ketika sudah siap untuk menikah.
Wallahu a’lam.
[1] Hasbi Wahy, “Keluarga Sebagai
Basis Pendidikan Pertama Dan Utama,” Jurnal Ilmiah Didaktika 12, No.
2 (1 Februari 2012), Https://Doi.Org/10.22373/Jid.V12i2.451.
[2] Syarifah Habibah, Akhlak dan
Etika dalam Islam, Jurnal Pesona Dasar, vol. 1, No. 4, Oktober 2015, halm.
74
[3] “4989-ID-negosiasi-identitas-dalam-pemberian-nama.pdf,”
diakses 28 April 2018,
https://media.neliti.com/media/publications/4989-ID-negosiasi-identitas-dalam-pemberian-nama.pdf.
Sabtu, 21 April 2018
Depan Belakang Seperti Setan
Rasulullah
Saw bersabda:
إن
المرأة تقبل في صورة شيطان، وتدبر في صورة شيطان. فإذا رأى أحدكم إمرأة فأعجبته
فليأت أهله، فإن ذالك يردّ ما في نفسه. (رواه مسلم)
Artinya:
“Sesungguhnya wanita (dilihat) dari depan tampak seperti setan, dari
belakang juga tampak setan. Maka ketika salah seorang kamu melihat wanita dan
dia terangsang (timbul syahwat), maka datangilah ahlinya (istri/suami). Sebab
dengan mendatangi mahram dapat meredahkan nafsu dalam dirinya.” (HR. Muslim)
Ulasan:
1. Bagi Perempuan
Berbicara soal perempuan, maka tidak akan terlepas dari kata “menggoda”.
Wanita tercipta memang dengan bentuk yang sangat menggoda. Sudah takdirnya
wanita itu memiliki tubuh yang indah.
Maka dari itu, wanita tidak perlu “neko-neko” lagi. Jika wanita henndak
bersolek maka hendaknya jangan berlebihan. Takutnya kalau berlebihan, banyak
laki-laki lain yang tergoda. hal itu sama saja dengan memanggil bahaya untuk si
perempuan tadi.
kemaksiatan tidak hanya timbul karena faktor intern manusia, tetapi juga
ada berbagai faktor ekstern yang
menjadikan diri melakukan kemaksiatan.[1]
Banyak kaum perempuan muslim yang tidak menutup aurat mereka dengan benar,
padahal aurat perempuan disamping rentang menimbulkan berbagai kemaksiatan,
juga wilayah aurat mereka lebih luas ketimbang laki-laki.[2]
Pakaian dan dandanan harus diperhatikan. Dijaga dengan sepenuhnya supaya tidak
menimbulkan fitnah.
Terlepas dari berbagai perbedaan pendapat mengenai batas-batas aurat
perempuan, yang jelas – inti dari pendapat-pendapat tersebut – ingin menjaga
aurat perempuan dan ingin menjaga kehormatan mereka. Asalkan pakaian yang
menutup aurat tidak berbau tabaruj – berpakaian seperti tidak berpakaian, bisa
karena pakaiannya transparan, atau karena terlalu ketat sehingga lekuk tubuhnya
terlihat, dan pakaian yang menutup aurat perempuan juga tidak berlebihan (ghulluw)
– bahkan berpakaian berlebihan, jika untuk dilihat orang lain, maka termasuk
tabarruj.[3]
Jika seorang perempuan ingin selamat dari bahayanya fitnah di dunia dan
akhirat – juga gambaran setan pada dirinya hilang, maka ketentuan-ketentuan menutup
aurat hukumnya wajib dipegang teguh dan dijalankan.
2. Bagi Laki-Laki
Setelah membahas tantang bagaimana wanita harus menjaga auratnya, sekarang
kita membahas laki-laki. Seperti disebutkan dalam hadist bahwa perempuan itu
seperti setan, artinya perempuan tercipta dengan kemampuan menggoda.
Penelitian yang dilakukan oleh Universitas College London (UCL) menemukan
fakta bahwa otak pria didesain untuk mencari seks, bahkan sanggup mengorbankan
makanan yang enak dan lezat sekalipun. Neuron tertentu pada otak mereka
ternyata sanggup mengalahkan hasrat untuk makan. Itu mengapa pria selalu
berpikir tentang seks.[4]
Kodrat laki-laki memang seperti itu, makanya mereka harus banyak-banyak
menjaga pandangan dari wanita yang bukan mahram. Menjaga pandangan adalah perintah
Allah – sebagaimana yang tertulis dalam surah An-Nur ayat 30:
قل
للمؤمنين يغضّون من أبصارهم ويحفظوا فروجهم ج ذالك أزكى لهم قلى إن الله
خبير بما يصنعون (النور: 30)
Artinya:
“Katakanlah (wahai Muhammad) kepada orang-orang yang beriman: “Hendaklah
mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu
adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang
mereka perbuat.”
Mata ini harus dijaga dari memandang wanita lain yang bukan mahram, meski
hanya matanya saja, hidung dan rambutnya; atau dari memandang sesuatu yang
molek walaupun tidak menimbulkan syahwat. sebab, pandangan sangat rentan
menimbulkan perzinaan.[5]
Jika laki-laki tersebut mempunya istri, maka datangilah istri. Istri adalah
penyelamat suami dari bejatnya godaan setan. Sehingga nafsu laki-laki
tersalurkan di jalan yang Allah ridlai. Dan istri tentu akan mendapatkan pahala
yang besar dari sisi Allah SWT.
Istri melayani suami itu bukan karena “budak nafsu”, atau alat pemuas
nafsu. Bukan! Kewajiban ini semata-mata untuk menjaga suaminya tidak tersesat
ke dalam lembah perzinaan. Makanya dalam urusan seks, Islam memberikan jalan
yang benar, yaitu pernikahan. Dengan pernikahan inilah kehormatan wanita akan
dijaga juga.
Lantas bagaimana dengan laki-laki yang belum punya istri? Rasulullah Saw
menganjurkan untuk berpuasa. Solusi yang ditawarkan ini bukan sembarang solusi
tanpa dasar. Memang zaman dulu belum ada soal penelitian masalah ini, akan
tetapi seiring majunya zaman dan canggihnyaa teknologi, sehingga banyak sekali
penelitian-penelitian dilakukan yang justru menguatkan kebenaran Nabi Muhammad
Saw.
Rasulullah berpesan kepada laki-laki yang belum beristri, ketika syahwatnya
datang, untuk berpuasa. Dengan mengurangi kadar makan menyebabkan penurunan
spermatogenesis, sebagaimana didapati dari hasil penelitian yang dilakukan oleh
Nila Munaya, dkk. terkait Efek Puasa Terhadap Ketebalan Epitel Dan Diameter
Tubulus Seminiferus Rattus Norvegicus. Berkurangnya spermatozoa terjadi
karena penurunan glukosa dalam tubuh.[6]
Glukosa ini lebih banyak berasal dari makanan yang setiap hari manusia
konsumsi. Oleh karena itu, puasa ditawarkan Islam sebagai solusi penangkal
timbulnya bibit kehancuran kehormatan manusia, perzinaan. Wallahu a’lam.
[4] Bintang.com,
“Otak Pria Ternyata Didesain untuk Memenuhi Hasrat Seksual,” bintang.com,
diakses 21 April 2018,
https://www.bintang.com/lifestyle/read/2343618/otak-pria-ternyata-didesain-untuk-memenuhi-hasrat-seksual.
[5]
Baca kitab Syarh Maraqil ‘Ubudiyah lisysyaikh Muhamad Nawawi Al-Jawy,
halm. 63
[6] Nila Munaya, Ageng Brahmadhi, dan Yuhantoro
Budi Handoyo Sakti, “Efek Stres Puasa terhadap Ketebalan Epitel dan Diameter
Tubulus Seminiferus Rattus norvegicus” 18, no. 1 (2018): 5-6.
Senin, 16 April 2018
Laporan Penanggung-jawaban di Hadapan Allah
Rasulullah
Saw bersabda:
إن الله تعالى سائل كل راع عما عما إسترعاه، أحفظ ذالك أم
ضيّعه؟ حتى يسأل الرجل عن أهل بيته. (رواه إبن حيان عن أنس)
Artinya:
“Sesungguhnya Allah SWT akan memintai pertanggung-jawaban semua pemimpin
terkait apa yang sudah ia pimpin. Akankah dirinya mampu menjaga (dengan baik)
yang ia pimpin atau malah tidak mampu (menjaganya dengan baik)? Bahkan
seseorang akan ditanya tentang (kepemimpinannya) kepada keluarganya.” (HR. Ibnu
Hayyan dari Anas)
Ulasan:
Semua orang adalah pemimpin yang akan ditanyai mengenai laporan
penanggung-jawabannya kelak di hari kiamat. Pemimpin di sini tidak hanya dalam
arti jabatan kenegaraan, politik, sosial, dan keluarga. Bahkan kepada diri
sendiri kita adalah pemimpin, rakyatnya adalah tangan, kaki, kepala, perut dan
lain-lain. Oleh karena itu, kita harus berhati-hati dalam bertindak, terutama
dengan diri sendiri. Seorang pemimpin tidak akan bisa memimpin, memberikan
contoh yang baik kepada yang dipimpin jika tidak dimulai dari diri sendiri.
Asysyaikhh Muhammad Nawawy al-Jawy menerangkan, anggota tubuh kita ini
adalah nikmat yang harus kita sukuri dan
juga amanah yang harus kita jaga.[1]
Maka perhatikanlah bagaimana kita memimpin jasad kita dengan memenuhi hak
masing-masing anggota kita. Karena, seluruh anggota tubuh manusia akan
memberikan persaksian.[2]
Mulut kita akan terdiam, yang berbicara adalah kaki dan tangan tentang apa saja
yang diperbuat ketika hidup di dunia. Allah SWT berfirman:
اليوم نختم على أفواههم وتكلمنا أيديهم وتشهد أرجلهم بما
كانو يكسبون. (يس : 65)
Artinya:
“Pada hari itu (kiamat) kami tutup mulut-mulut mereka, dan tangan mereka
berbicara sedangkan kaki mereka memberikan kesaksian atas apa yang pernah
mereka lakukan.” (QS. Yasin: 65).
Pemimpin memiliki tempat yang sentral dari proses pencapaian tujuan. Bentuk
dan corak yang dipimpin tergantung cara pemimpin memimpin. Perkataan dan
tindakannya sangat di patuhi oleh bawahannya. Meminjam istilah Ary Ginanjar,
memimpin itu soal mempengaruhi (Leadership is influence).[3]
Lebih lanjut, Ari mengatakan:[4]
“It is important to relize that every word spoken, every
step taken, influences someone around us. Regardless of our official position
as a leader. Every action and attitude transforms a person into a leader...”
Stetemen di atas secara sederhana dapat dipahami bahwa kita harus selalu
sadar dengan perkataan dan tindakan karena akan mempengaruhi orang-orang di
sekitar kita. Dan perbuatan kita pasti ada balasannya kelak. Perbuatan baik akan
dibalas dengan kebaikan. Perbuatan yang buruk akan dibalas dengan yang buruk
pula. “Barang siapa mengerjakan amal kebaikan sebesar biji zarrahpun,
niscaya dia akan melihat (balasan)nya. dan barang siapa yang mengerjakan
kejelakan seberat biji zarrahpun, maka dia juga akan melihat (balasan)nya.”
(QS. Al-Zalzalah: 7-8) Wallahu a’lam!
@@@
baca juga:
[1]
Baca kitabnya Imam Nawawy al-Jawi, Syarh Maraqil Ubudiyyah, (Semarang:
Pustaka Al-‘Alawiyah, tanpa tahun), halm. 61-62)
[3] Ary Ginajar Agustian, The Islamic Guide to
Developing ESQ (Emotional Spritiual Quetient), Second Edition, (Jakarta:
Arga Publishing, 2009), halm. 117