About


Get this widget:

Minggu, 26 April 2015

KERINGAT DAN SEBUAH PROSES

Ternyata tak semudah yang aku kira. Menjadi orang lain di depan kalayak umum itu sangat susah. Bukan hasil yang memuaskan tapi malah keringat seember. Bagiku malah lebih enak ngomong biasa di depan kalayak dari pada berakting. Sebab aku harus berpura-pura jadi orang lain. Itu susah banget.

Masak aku harus mendesign dan merubah total diriku utuk disamapersiskan dengan orang lain. Ngomong, jalan, melihat, mendengar, dan bahkan menguap pun aku harus sama. Sorry broh, aku gak bisa. Namun, jangan salah. Aku sadar dibalik latihan seperti itu_ini berlaku untuk hal lain juga_adalah sebuah proses yang tanpa disadari akan melatih dan me-riyadh diri kita agar terbiasa dengan hal yang sebelumnya membuat kita canggung dan nerves ketika melakukannya.

Malu sih. Cuma ya bagaimana lagi. Toh temen-temen juga sudah memahami kalau memang butuh waktu unuk sesuatu hal yang baru.

Dayat ini ancen rewel!

Dia gak pernah tenang kalo diajak kompromi untuk kelihatan berwibawa_sedikit saja dah_di depan umum. Lantas apa dan siapa sih yang sebenarnya salah? Aku sendiri atau Dayat?

Yat yat..ngono kok pengen maju kalau masih minderan gitu. Terjang aja ekspresimu. Jangan takut. Lepaskan. Wujudkan. Dan nyatakan apa yang ada di benakmu dan apa yang dituntut suatu kondisi. Emang awalnya susah. Tapi lama-lama juga terbiasa. Semua itu sebab kulino. Semua ini butuh proses  kok. Kata temenku dulu “proses itu wajib sebelum mencapai kebahagiaan”. Dan “gagal juga sebuah keharusan atau fardlu”, sebab kamu akan bisa mengukur seberapa jauh dan seberapa maksimal diri kita berusaha menggapai impian kita. Tanpa kegagalan kita tak akan merasakan nikmatnya kemenangan. Memang ada seseorang, atlet ataupun siapa saja menang dalam waktu sekaligus, tanpa mengalamai kegagalan dulu. Namun disitu rasa nikmat kemenangannya kurang dapet jika dibanding dengan yang mengalami satu kegagalan bahkan lebih.

Ngomong kegagalan dan kesuksesan, aku jadi teringat masa kecil ketika aku masih kuliah di diniah Qomaruddin di desa Morodemak_di desaku. Pertama kali aku masuk sekolah tersebut, aku merasa kalau aku gak bisa apa-apa. Minder melihat temen-temen bisa ngafalin dengan cepat dan yang paling aku irikan salah satu dari mereka mampu mendapat pringkat rangking satu sampai tiga. Lah aku? Dua sembilan dari empat puluh anak. Aku masih ingat betul bagaimana abahku ngamuk aku. Bilau marah besar kalau aku tak dapat prestasi akademik. Makanya, oleh bilau aku selalu digodok sak matenge untuk selalu semangat dalam mencari ilmu yang benar dan akhirya dapat peringkat pertama dan bintang kelas. Sebab itu, sejak kelas tiga awaliyah sampai lulus aku selalu mendapat nilai dan peringkat teratas dari yang lain. Kamu pasti gak tahu bagaimana aku harus seperti makan daun pepaya yang pahit itu untuk mendapatkan apa yang aku inginkan dan apa yang dituntukan oleh kondisi.


kegagalan adalah kesuksesan yang tertunda”.

0 komentar:

Posting Komentar