Sehabis
jam pertama mata kuliahku, aku ingin pulang kepondok saja. Bosen dikampus
lama-lama. Toh jam kedua mata kuliahku masih lama, jam 12.30. aku lebih suka
pulang kepondok dari pada berlama-lama di kampus. Bengong, gak tahu apa yang
harus aku lakukan. Mau wifi-an juga lelet, mau internetan pake modem juga gak
enak, kan ada wifi. Mau nulis puisi ataupun artikel juga males. Moodnya gak
ada. Tempat dan situasinya kurang mendukung. Lebih baik aku pulang aja.
Ditengah
perjalanan pulang, aku melihat seorang tukang becak lagi menunggu dan menanti
penumpang yang lewat. Aku menatap wajahnya yang kumuh terbalut debu. Aku
melihat dengan jelas bagaimana kerutan yang ada diwajahnya yang menyiratkan
jeritan, cerita, makna, harapan dan doa. Sedikti tergerak bibirnya ketika
matanya memandang kosong ke tempat yang sangat jauh_entah kemana. Dan aku tak
mengerti apa uang dia ucapkan selirih beledu tersebut.
Raut
wajahnya masih terpikirkan dalam benakku. Malah semakin jauh dan dalam
menggarit mati. Aku tak bisa bayangkan saja kalau seandainya posisiku, atau
posisi keluargaku seperti itu. Aku dapat membayangkan dengan jelas aku akan
berteriak dan marah-marah pada siapa saja yang tak mau numpak becakku. Bahkan
aku akan mencaci Tuhanku sendiri. Aku akan murtad, pikirku.
Namun
si tukang becak itu, tak sedikitpun aku tangkap ekspresi marah atau jengkel,
tak terima atas apa yang sudah enjadi takdirnya. Justru malah sebaliknya, aku
melihat di sana, segala sisi dalam hati dan pikirannya, dipenuhi dan dijejali
keikhlasan, qona’ah, sabar dan tawakal. Subhanallah.
Tiba-tiba
aku tenggelam lebih jauh dalam rasa kasihanku. Aku memikirkan bagaimana keadaan
orang yang lebih parah, miris, memprihatinkan, dan bahkan mengenaskan di
sana_penjuru Indonesia? Pengemis, gelandangan, fakir dan miskin? Pasti
penderitaan mereka jauh lebih menusuk dan menyakitkan. Betapa susahnya mencari
makan, minum, nafkah, untuk menghidupi keluarga mungilnya. Mereka harus membanting
tulang mereka sampai hancur lebur untuk mendapatkan sesuap nasi dan minum.
Artinya lebih keras dan lebih sengit perjuangan mereka untuk menyambung nyawa
agar tetap hidup di dunia.
Ya Allah,
jagalah iman dan tauhid mereka. Aku takut kefakiran akan membawa mereka pada
kekufuran.
Dan perasaan
kasihan dan ibahku semakin menjadi setelah melihat bagaimana kondisi
perekonomian Indonesia yang makin lama makin merosot. Mataku samapi tak
berkedip memandangi layar TV yang sedang menyiarkan acara Kompasinia TV. Di acara
TV tersebut di paparkan bahwa banyak investor asing yang menarik dana dan saham
mereka dari Indonesia setelah mereka mengetahui keadaan perekonomian Indonesia.
Mereka khawatir akan menglami kebangkrutan. “akankah Indonesia mampu
memperbaiki perekonomian dan kebutuhan lain yang menyangkut kemakmuran
masyarakatnya?”, pikirku dalam hati.
Perasaan
cemasku terhadap permasalahan Indonesia tak menjadi gede, sebab ternyata
pemerintah sudah berusaha menarik kembali investor asing agar mau menanam saham
mereka kembali di Indonesia. Ini kebanggaanku tersendiri terhadap pemerintahan
negaraku. Pemerintah masih mau memikirkan keadaan masyarakatnya. mudah-mudahan
indonesia dapat menjadi negara yang makmur dan sejaahtera dengan
pemimpinnya_entah siapa pemimpinnya, baik SBY ataupun Jokowo Dodo dan juga
pemimpin kedepannya. Amin.
0 komentar:
Posting Komentar