About


Get this widget:

Selasa, 28 April 2015

GALAUKU, TUKANG BECAK, PENGEMIS DAN INDONESIA-KU

Sehabis jam pertama mata kuliahku, aku ingin pulang kepondok saja. Bosen dikampus lama-lama. Toh jam kedua mata kuliahku masih lama, jam 12.30. aku lebih suka pulang kepondok dari pada berlama-lama di kampus. Bengong, gak tahu apa yang harus aku lakukan. Mau wifi-an juga lelet, mau internetan pake modem juga gak enak, kan ada wifi. Mau nulis puisi ataupun artikel juga males. Moodnya gak ada. Tempat dan situasinya kurang mendukung. Lebih baik aku pulang aja.

Ditengah perjalanan pulang, aku melihat seorang tukang becak lagi menunggu dan menanti penumpang yang lewat. Aku menatap wajahnya yang kumuh terbalut debu. Aku melihat dengan jelas bagaimana kerutan yang ada diwajahnya yang menyiratkan jeritan, cerita, makna, harapan dan doa. Sedikti tergerak bibirnya ketika matanya memandang kosong ke tempat yang sangat jauh_entah kemana. Dan aku tak mengerti apa uang dia ucapkan selirih beledu tersebut.



Raut wajahnya masih terpikirkan dalam benakku. Malah semakin jauh dan dalam menggarit mati. Aku tak bisa bayangkan saja kalau seandainya posisiku, atau posisi keluargaku seperti itu. Aku dapat membayangkan dengan jelas aku akan berteriak dan marah-marah pada siapa saja yang tak mau numpak becakku. Bahkan aku akan mencaci Tuhanku sendiri. Aku akan murtad, pikirku.

Namun si tukang becak itu, tak sedikitpun aku tangkap ekspresi marah atau jengkel, tak terima atas apa yang sudah enjadi takdirnya. Justru malah sebaliknya, aku melihat di sana, segala sisi dalam hati dan pikirannya, dipenuhi dan dijejali keikhlasan, qona’ah, sabar dan tawakal. Subhanallah.

Tiba-tiba aku tenggelam lebih jauh dalam rasa kasihanku. Aku memikirkan bagaimana keadaan orang yang lebih parah, miris, memprihatinkan, dan bahkan mengenaskan di sana_penjuru Indonesia? Pengemis, gelandangan, fakir dan miskin? Pasti penderitaan mereka jauh lebih menusuk dan menyakitkan. Betapa susahnya mencari makan, minum, nafkah, untuk menghidupi keluarga mungilnya. Mereka harus membanting tulang mereka sampai hancur lebur untuk mendapatkan sesuap nasi dan minum. Artinya lebih keras dan lebih sengit perjuangan mereka untuk menyambung nyawa agar tetap hidup di dunia.
Ya Allah, jagalah iman dan tauhid mereka. Aku takut kefakiran akan membawa mereka pada kekufuran.



Dan perasaan kasihan dan ibahku semakin menjadi setelah melihat bagaimana kondisi perekonomian Indonesia yang makin lama makin merosot. Mataku samapi tak berkedip memandangi layar TV yang sedang menyiarkan acara Kompasinia TV. Di acara TV tersebut di paparkan bahwa banyak investor asing yang menarik dana dan saham mereka dari Indonesia setelah mereka mengetahui keadaan perekonomian Indonesia. Mereka khawatir akan menglami kebangkrutan. “akankah Indonesia mampu memperbaiki perekonomian dan kebutuhan lain yang menyangkut kemakmuran masyarakatnya?”, pikirku dalam hati.

Perasaan cemasku terhadap permasalahan Indonesia tak menjadi gede, sebab ternyata pemerintah sudah berusaha menarik kembali investor asing agar mau menanam saham mereka kembali di Indonesia. Ini kebanggaanku tersendiri terhadap pemerintahan negaraku. Pemerintah masih mau memikirkan keadaan masyarakatnya. mudah-mudahan indonesia dapat menjadi negara yang makmur dan sejaahtera dengan pemimpinnya_entah siapa pemimpinnya, baik SBY ataupun Jokowo Dodo dan juga pemimpin kedepannya. Amin.  

0 komentar:

Posting Komentar