APA
YANG SALAH DENGAN SARUNG?
Sarung
merupakan benteng muru'ah.
Kenapa saya katakan “benteng muru'ah”?
Karena dengan memakai sarung seseorang akan malu untuk melakukan
hal-hal yang melenceng dari “sarung”. Yakni terkait syara'.
Misalnya, di bis dalam suatu perjalanan, seorang akan malu dengan
sarungnya jika dia mencuri dompet orang lain atau melakukan pelecehan
seksual. Sehingga dia tidak jadi melakukannya. Dia akan mikir dua
kali; kalau nanti aku melakukannya, bagaimana dengan harga diriku?
Bagaimana agamaku? Andai kata seseorang tersebut tidak mengenakan
sarung kemungkinan besar sudah berbuat yang tidak-tidak.
Akan tetapi
perisai sarung tersebut hilang hanya karena saat ini banyak yang
memakai celana. Sehingga mau ke mall, misalnya, malu dan takut
dipandang sebelah mata. Sarung diabaikan karena takut dianggap tidak
ssesuai dengan adat, atau mungkin dianggap teroris. Sekarang
pertaanyaannya adalah apakah martabat orang akan jatuh karena sarung?
Orang yang mengikatkan kain di perutnya itu adalah orang miskin?
Apakah dengan memakai sarung akan ditangkap polisi karena dcurigai
mengebom? Tidak toh?!
Semua
anggapan negatif yang akan keluar dari mulut orang yang yang antipati
dengan Islam dan cekikik tawa yang mengganggu pendengaran ketika
lewat di depan mereka, mungkin karena belum tahu tentang “penyarung”.
Mereka perlu didekati dengan akhlak yang luhur. Bukan dibalas dengan
cibiran dan makian juga. Saya yakin mereka yang membenci kaum
sarungan belum mengenal betul siapa sih kaum sarungan itu. They
hate us, because they are not us.
Mereka membenci kita, karena mereka bukan kita.
Berbicara
tentang sarung, tentu juga akan membahas orang yang sering
memakainya, yaitu santri. Santri berarti orang yang hidup dan belajar
di suatu lembaga “education
is along life”
pondok. Adapun pondok sendiri adalah lemabaga pendidikan islam yang
menjadi penyeimbang pendidikan dari pemerintah. Ketika sosial ini
mengalami krisis moral para pemimpin formal, maka santri hadir
sebagai pemimpin tauladan non-formal.
Pondok
bukanlah basis sarang tetoris! Namun pondok pesantren tersebut perlu
digaris bawahi lagi lebih spesifik. Pondok yang bagaimana? Sebab,
akhir-akhir ini pondok tidak hanya dari ormas Nahdlatul Ulama saja,
pondok pesantren yang didirikan oleh paham radiklasisme pun ada. Akan
tetapi pondok pesantren yang didirikan dari orang NU tidak akan
searogansi pondok radikalasis. Seperti yang kita tahu saja.
Santri-santri NU akan senantiasa memegang filosofi sarung, merangkul,
moderat dan openmind.
Ya, meski terkadang budaya konserfatis, memandang suatu permasalahan
dari segi “hitam-putih”, namun tidak akan sampai hati mengakhiri
hidup dengan meledakkan diri atau dengan membantai orang lain yang
tidak sepaham.
Sekali
lagi, kaum sarungan tidaklah negatif seperti yang terpikirkan
kebanyakan. Ada sebuah cerita yang membuktikan bahwa orang bersarung
bukanlah orang yang keras, miskin, atau katrok. Cerita ini saya alami
sendiri ketika sedang mengantar Kiai saya dulu keluar kota. Beliau
ingin beli mobil baru. Padahal mobil di rumah sudah tiga,, namun
harus nambah lagi untuk kepentingan pondoknya. Beliau masuk ke toko
mobil, dan melihat-lihat mobil yang hendak dibeli. Seorang pelayan
kemudian menghampiri Kiai dan bertanya “ada yang bisa saya bantu,
Pak?”. Kiai menjawab dengan senyuman yang tulus kepada pelayannya,
“saya mau cari mobil Alphart, Mas.” sontak pelayan tersebut
kaget. Saya dapat melihat ekspresinya ketika mendengar jawaban Yai.
Mungkin di dalam benaknya tidak mungkin orang sarungan bisa membeli
mobil, hla ini malah mau beli mobil Alphart. Mas pelayan tadi
akhirnya hormat kepada Kiai, bahkan kalau ngomong sambil menundukkan
pundaknya.
Dari
peristiwa tersebut ada satu hal yang dapat dijadikan bahan evaluasi
bagi kaum santri bahwa mereka kurang memperkenalkan diri kepada orang
lain, tidak berani menunjukkan identitas dirinya. Sehingga selamanya
dia tidak akan dikenal dan selamanya image
santri jelek, teroris, dan kolot. Padahal santri itu bisa kaya,
modern, dan moderat. Ucapan mudahnya, bagaimana orang lain bisa
mengenali kita, kalau kita tidak menunjukkan diri dan memperkenalkan
diri terlebih dahulu kepada mereka. Di mall aja takut pake sarung dan
malu mengenakannya. Apalagi tampil di forum sebagai media dakwah,
minder
mesti.
Banggalah menggunakan sarung!
terima kasih sudah membaca..
baca juga ya:
terima kasih sudah membaca..
baca juga ya:
0 komentar:
Posting Komentar