Bangga Tidak Telat
Oleh: Must Hamid
keterlambatan merupakan suatu
kebiasaan yang seolah-olah dianggap kewajiban. Kenapa? Karena
dimanapun pasti banyak sekali orang terlambat. Tidak bisa on
time.
Instansi sekolah, perusahaan, kampus, bahkan warung pun, sering
terjadi terlambat. Kalau tidak terlambat, mungkin bagi mereka, kurang
mengagumkan, kalau terlambat berarti bisa melebihi direktornya.
Mindset yanag keliru!
Bahkan
yang lebih ironis dan tidak etis ketika ada orang yang rajin, selalu
tepat waktu, memiliki etos kerja tinggi malah dibilang “sok”; sok
rajin, sok disiplin, sok alim, atau sok-sok yang lain. Kebanyakan
dari kita, dalam hati kita, menaruh kebencian kepada mereka yang
rajin dan tepat waktu. Seharusnya kita merasa bangga memiliki
orang-orang tersebut. Ada contoh riil untuk kita berbuat lebih baik
lagi. Harusnya kita bangga menjadi orang yang pertama dalam melakukan
kebaikan, bekerja untuk mencari rizki.
Kita
seyogyanya mencari alasan kenapa dalam hati kita ada rasa benci
kepada mereka. Ada penyakit apa dalam sanubari? Makanya Islam
mengajarkan untuk senantiasa muhasabah
diri. Kita koreksi diri kita. Kita bandingkan perbuatan baik dan
buruk yang telah dilakukan. Lebih banyak mana,, kebaikan kah? Atau
kebusukan yang lebih mendominasi?
Instropeksi
diri merupakan hal penting bagi manusia, mengingat manusia tidak
pernah luput dari berbuat salah dan lalai. Sehingga manusia akan
memiliki karakter “satu langkah lebih maju” setiap hari.
Fastabiqul
khoirat,
berlomba-lomba untuk melakukan kebaikan. Ayat tersebut juga
mengidentifikasikan bahwa sebetulnya seorang muslim harus memiliki
etos kerja, etos berkarya yang tinggi. Dengan kata yang lebih
sederhana, orang yang sering telat karena menyepelekan pekerjaan
berarti beretos kerja rendah.
Budaya
telat selain dikarenakan faktor etos kerja yang rendah, juga
disebabkan adanya mindset yang menyepelekan. “Paling acaranya juga
molor, ngapain berangkat duluan”, kata-kata tersebut sering keluar
dari mulut tanpa disadari, tanpa merasa bersalah. Maksiat jika
dilakukan pertama kali memang akan terasa maksiat, tapi jika sering
dilakukan maka akan terasa “maksiyut”, dianggap hal biasa.
Oleh
karena itu, semua orang harus sadar betul tentang sikap tepat waktu.
Semua komponennya, baik ketua, wakil ketua, bendahara, peserta
ataupun dalam hal lain. Misalkan ada acara diskusi kelompok untuk
menyelesaikan tugas mata kuliah. Sepakat jam 09.00 WIB kumpul di
perpustakaan. Tentunya semua komponen acara diskusi tersebut bisa on
time,
baik ketua kelompok maupun anggotanya. Sehingga mindser acara molor
itu bisa diminimalisir. Selain dengan cara persuatif penyadaran akan
pentingnya tepat waktu, manajemen waktu.
terima kasih sudah membaca!
jangan lupa baca juga:
0 komentar:
Posting Komentar