HAK-HAK KEDUA ORANG TUA
Orang tua memiliki hak-hak yang harus dipenuhi oleh sang anak.
Karena orang tua adalah orang yang menjadi sebab kehadiran kita di dunia ini. Tanpa
adanya kedua orang tua kita, tanpa jerih payah dari kedua orang tua, mustahil
kita bisa ada di dunia ini. Merasakan hidup dan nikmatnya hidup.
Ibu selama sembilan bulan mengandung kita dengan sangat payah.
Kesana kemari membawa beban di dalam perutnya. Semua aktifitasnya tentu lebih
berat dengan kandungannya. Kemudian ketika masa melahirkan itu datang, antar
mati dan hidup yang begitu dekat, ibu berusaha dengan segala tenaga yang ada
untuk melahirkan sosok insan yang akan menjadi tumpuan harapannya. Bahkan tidak
Cuma itu, ibu akan terus merawatnya sampai kapanpun. Bahkan ketika kita sudah
berumahtangga pun ibu akan terus memberikan perhatian dan kasih sayangnya
kepada anak-anaknya.
Sedangkan bapak kita terus bekerja membanting tulang, sebagai
tumpuan kehidupan keluarga, bekerja keras dan semaksimal mungkin untuk
memberikan yang bermanfaat kepada anaknya dan keluarganya. Bapak akan merawat
dan menjaga jiwa raga sang anak denggan tulus.
Oleh karena itu, anak wajib senantiasa mengingat nikmat yang orang
tua usahakan untuk kita, supaya kita selalu bersyukur atas nikmat tersebut dan
juga harus menaati apa yang diperintahkan oleh orang tua – selama perintah
tersebut tidak melanggar peraturan syariat, maksiat kepada Allah.
Adapun adab anak kepada orang tua adalah pertama, ketika
anak sedang duduk bersama kedua orang tuanya atau salah satu dari mereka, maka
anak harus duduk dengan tenang, tidak boleh pencilakan. Kedua, adalah
anak seharusnya memejamkan mata (baca, tidak menyalahkan) ketika orang tua
berbuat kesalahan[1].
Dikarenakan tidak boleh membuat hati orang tua jengkel apalagi kecewa. Meski
Cuma dengan mengucapkan kata-kata “Hush!”[2],
itu tetap tidak diperbolehkan. Karena akan membuat hati orang tua merasa
tersinggung, sakit dan kecewa.
Ketiga, anak tidak
boleh terlalu lama berbicara dengan orang tua. Keempat, tidak boleh
berjalan di depan orang tuanya. Kecuali dalam rangka membantu dan menjaga orang
tua[3].
Kelima, anak harus
selalu mendoakan orang tuanya, memintakan ampun kepada Allah untuk orang
tuanya, kapanpun dan dimanapun dia berada. Keenam, wajib perintah
kepada orang tua untuk selalu melakukan perintah Allah dan menjauhi larangan
Allah – tentu dengan bingkai kesopanan dan kelembutan. Supaya anak tersebut
menjadi asbab selamatnya orang tua dari siksaan neraka, seperti halnya kedua
orang tuanya yang menjadi sebab dia wujud di dunia ini.
Allah berfirman dalam surah al-Isra’ ayat 23 :
وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُواْ إِلاَّ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ
إِحْسَاناً إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاَهُمَا فَلاَ
تَقُل لَّهُمَا أُفٍّ وَلاَ تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلاً كَرِيماً –٢٣
“Dan Tuhan-mu telah
Memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik
kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya
sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau
mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak
keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik.”
Pahamilah keterangan ini. Namun ada satu hal yang lebih penting
terkait dengan hak-hak orang tua adalah hendaklah anak lebih mengutamakan
berbakti kepada ibu dari pada bapaknya. Dikarenakan Nabi Muhammad saw. pernah
bersabda:
برّالوالدة على الوالد ضعفان
“berbakti kepada ibu
itu harus lapis dua dari pada berbakti kepada bapak.”
[1] tentunya
kesalahan yang wajar, tidak menyalahi syariat. Sebagai contoh ketika orang tua
membaawa gelas kemudian gelas itu jatuh dan pecah. Maka anak dalam masalah
semacam ini harus diam, tidak menyalahkan orang tua.
[2]
Sesuai yang diterangkan dalam surat al-Isra’ ayat 23 :
وَقَضَى رَبُّكَ
أَلاَّ تَعْبُدُواْ إِلاَّ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَاناً إِمَّا يَبْلُغَنَّ
عِندَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاَهُمَا فَلاَ تَقُل لَّهُمَا أُفٍّ وَلاَ تَنْهَرْهُمَا
وَقُل لَّهُمَا قَوْلاً كَرِيماً –
٢٣-
Dan Tuhan-mu telah
Memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik
kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya
sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau
mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak
keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik.**
------------------------------------------------------------------
**Mengucapkan kata “ah”
kepada orang tua tidak dibolehkan oleh agama, apalagi meng-ucapkan kata-kata
atau memperlakukan mereka dengan lebih kasar daripada itu.
Dan Rabb-mu telah
Menetapkan agar kalian jangan beribadah kecuali kepada-Nya, dan hendaklah
berbuat baik kepada ibu-bapak. Jika salah seorangnya atau keduanya sampai
berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka janganlah kamu mengucapkan “ah”
kepada keduanya, dan jangan pula membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada
keduanya perkataan yang mulia.
Wa qadlā rabbuka
(dan Rabb-mu telah Menetapkan), yakni Rabb-mu telah Memerintahkan.
Allā ta‘budū illā iyyāhu
(agar kalian jangan beribadah kecuali kepada-Nya semata), yakni agar kalian
jangan mengesakan kecuali Allah Ta‘ala semata.
Wa bil wālidaini ihsānā
(dan hendaklah berbuat baik kepada ibu-bapak), yakni hendaklah berbakti kepada
keduanya.
Immā yablughanna
‘iηdakal kibara ahaduhumā (jika salah seorangnya sampai berusia lanjut
dalam pemeliharaanmu), yakni salah seorang di antara ibu-bapak.
Au kilāhumā (atau
keduanya), yakni kedua ibu-bapak.
Fa lā taqul lahumā uffin
(maka janganlah kamu mengucapkan “ah” kepada keduanya), yakni janganlah kamu
mengucapkan perkataan yang buruk, dan jangan pula membuat keduanya jengkel.
Wa lā tanhar humā (dan
jangan pula membentak keduanya), yakni janganlah kamu mengeraskan perkataan
terhadap keduanya.
Wa qul lahumā qaulang
karīmā (dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang mulia), yakni
perkataan yang lemah lembut dan baik. (tafsir Ibnu ‘Abbas. [aplikasi al-Kalam]).
[3]
Akhlak murid kepada guru yang diterangkan dalam kitab “adabul ‘Alim wal
Muta’allim” karya agung KH. Hasyim Asy’ari, halaman 41, yang saya pahami
bahwa akhlak mulia itu sejatinya tidak dipetak-petakkan untuk siapa dan untuk
siapa. Karena, saya pikir akhlak – semuanya – harus kita terapkan untuk
siapapun. Jadi saya akan menarik korelasi bagaimana jika akhlak dalam kitab
tersebut diterapkan kepada orang tua. Di dalam point ini, mbah Hasyim
menerangkan bahwa murid (baca, seorang anak) ketika berjalan bersama gurunya,
maka hendaklah dia berada di depannya ketika malam hari dan berada
dibelakangnya ketika siang hari. Dilanjutkan lagi bahwa ketika berada di daerah
yang asing,maksutnya belum pernah pergi ke daerrah tersebut, maka murid
hendaklah di depan gurunya. Hal ini untuk menjaga gurunya, misal dari lumpur
supaya tidak terkena gurunya. Dan untuk menjaga gurunya dari bahaya orang lain.
Dengan orang tua pun
seperti itu. Ketika siang hari, anak harus berjalan di belakang orang tua.
Ketika malam hari, anak berjalan di depan orang tua. Dan ketiak berada di
daerah yang tidak dikenal maka anak harus berjalan di depan atau di belakang
untuk menjaga orang tuanya.
jangan lupa baca juga http://pencilkubarokah.blogspot.co.id/2016/09/pengertian-konsep-tawadhu-rendah-hati.html
selamat membaca!!
0 komentar:
Posting Komentar