Tawakal Gugurkan Logika Kausalitas
Terdapat beberapa macam yang harus ditempuh oleh orang yang ingin mensucikan dirinya supaya bisa berdekatan dengan Allah tanpa ada hijab yang menghalanginya. Dan seseorang tidak akan mampu menembus dari satu maqam ke maqam lain tanpa adanya campur tangan Allah.
Seorang sufi akan sampai pada tingkatan tawakal jika dia telah lulus dari tingkatan taubat, kewaraan dan Zuhud. Seseorang yang bertawakal maka seluruh hidup dan kehidupannya dipasrahkan penuh kepada Allah.
Orang yg bertawakal, memercayakan diri kepada kehendak Allah atas segala bentuk upaya-upaya lahiriah. Karena, tawakal merupakan sikap batin seseorang. Dia tidak mengandalkan upayanya dalam mencapai sebuah tujuan tertentu. Batin seseorang lah yang melakukan kinerja tawakal, mempercayakan seluruh hidup dan kehidupannya kepada iradatnya Allah setelah dia berusaha secara lahiriah. Setelah seseorang berusaha keras dengan fisiknya, dia melanjutalkan usaha kerasnya di dalam hati. Sehingga orang tersebut tidak terlalu sombong dalam mencapai tujuannya. Karena dia ingat bahwa Allah masih ada.
“Bagi seseorang yang sudah bertawakal, segala amal tidak menjadi tumpuan dalam mencapai tujuan-tujuannya,” kata Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj (Kang Said) dalam pengajian tasawuf di kantor PBNU.
Imam Al Ghazali berkata - yang dilansir oleh kang said - ketika seseorang sudah matang ketawakalannya, maka logika kausalitas tidak berlaku lagi. Orang tidak akan berfikir bahwa yg dilakukannya menentukan apa yang dia dapat.
Kiai Aqil Siradj memberi contoh sehelai kertas yang hangus dimakan api. Karena menurut logika kausalitas bahwa sudah menjadi kebiasaan kalau kertas yang terkena api maka akan terbakar dan panas.
Bagi mereka yang belum sampai di maqam tawakal, meyakini apa yang dilakukannya pasti membawa hasil, atau semakin keras usahanya semakin baik hasilnya. Hukum sebab-akibat masih berjalan di dalam kehidupannya. Seperti api tadi yang dianggap sebagai faktor pembakar kertas.
Akan tetapi, berbeda dengan yang dialami oleh nabi Ibrahim dibakar di dalam api yang membara. Pada kenyataannya api yang membakar tubuh nabi Ibrahim tidak terasa panas sama sekali. Fenomena ini menunjukkan api bukanlah penyebab terbakarnya sesuatu n api tidak selamanya panas.
seseorang Mutawakkil akan melihat hukum kausalitas tersebut sebatas aktifitas fenomena lahiriyah saja. Tampaknya begitu, bahwa api terbakar, perusahaan bangkit, atau yang lain. Secara batiniah, dia meyakini bahwa semua itu sudah diatur dan diperintahkan oleh Allah MahaKuasa.
0 komentar:
Posting Komentar