Rasulullah
Saw bersabda:
إن
الله تعالى لا يظلم المؤمن حسنة يعطى عليها في الدنيا، ويثاب عليها في الاخرة.
وأما الكافر فيعطى بحسناته في الدنيا، حتى إذا أفضى إلى الاخرة لم تكن له حسنة
يعطى عليها خيرا. (رواه النسائى عن أبي أمامة)
Artinya:
“Sesungguhnya
Allah SWT tidak akan menzhalimi mukmin dari kebaikan yang diberikan kepadanya
di dunia, dan memberikannya pahala di akhirat. Adapun dengan orang kafir, Allah
hanya memberinya kebaikan-kebaikan di dunia saja, ketika orang kafir sampai
pada kehidupan akhirat, mereka tidak memiliki kebaikan yang diberikan kepadanya
sebagai pahala.” (HR. Al-Nasai dari Abi Umamah)
Ulasan:
Gus Shovie
menerangkan bahwa hadist di atas menunjukkan nilai plus orang mukmin ketimbang
orang kafir. Orang mukmin dijanjikan Allah kebaikan di dunia dan di akhirat,
sedangkan orang kafir hanya diberikan kebaikan di dunia saja.
Apapun yang
diperbuat seorang mukmin yang diniatkan untuk mendapatkan ridla Allah maka
perbuatannya itu bernilai kebaikan di dunia dan akan dibalas dengan pahala di
akhirat kelak. Misalkan seorang mukmin A sedang mendirikan bisnis masakan,
dirinya mendirikan bisnis tidak hanya semata-mata untuk mencari uang, namun
juga diniatkan uang hasil bisnis itu untuk sedekah, atau dalam menjalankan
bisnis itu, sikap jujur dan tidak menzhalimi pelanggan dijalankan dengan benar.
Maka bisnisnya itu akan memberikan manfaat berupa uang dan pahala baginya.
Berbeda
dengan orang kafir, dia berusaha dan mendapatkan hasil dari apa yang
diusahakannya, tapi dia tidak mendapatkan hasilnya di akhirat kelak. Di dunia
ini hukum sunnatullah tetap berlaku bagi siapapun, tidak memandang apakah dia
mukmin atau tidak. Biarpun dirinya tidak beriman kepada Allah, tidak
mengucapkan sahadat, jika orang kafir berusaha keras membanting tulang untuk
mencari uang, misalnya, maka dia akan memperoleh uang yang dimaksut.
Sebaliknya,
meskipun seorang mukmin, kalau dia bermalas-malasan, maka sampai kapanpun,
selamanya akan menjadi miskin. Hanya saja, karena mukmin memiliki nilai plus,
kemiskinannya itu juga bisa mengandung pahala baginya, asal dia bersabar atau
tidak.
Setelah
membaca penjelasan di atas, sudah adakah muncul pertanyaan di pikiran pembaca
yang hebat? Kalau saya malah bertanya seperti ini, “Kenapa orang mukmin
memiliki nilai plus, sedangkan orang kafir tidak? Apakah orang kafir juga bisa
memiliki nilai plus itu?”
Jawaban
pertanyaan pertanyaan adalah karena orang mukmin mempunyai karcis berbentuk dua
syahadat. Orang mukmin pastilah islam, dan untuk menjadi islam dirinya harus
mengucapkan dua syahadat terlebih dahulu; syahadat tauhid dan syahadat rasul.
Di dalam kitab Sullamu At-Taufiq diterangkan bahwa, masuk agama Islam,
seseorang – baik kafir murni atau orang pernah murtad sebelumnya – harus
membaca dua syahadat.[1]
Ibaratnya
seperti pemutaran film di bioskop. Untuk dapat memasuki gedung bioskop tentu
seseorang harus memiliki karcis masuk yang disediakan oleh panitia. Kemudian,
karcis sudah di tangan, selanjutnya mengikuti aturan dari panitianya, misalkan
masuknya dengan mengantri dan menyerahkan tiketnya. Kalau main nyelonong,
nyerobot antrian, atau tidak mengasihkan karcis ke panitia, maka dirinya
siap-siap ditahan untuk melakukan pengecekan ulang.
Kedua
syahadat tersebut merupakan prinsip dasar yang menjadi penentu keabsahan dan
diterima atau tidaknya amal perbuatan hamba. Perbuatan hamba akan diterima oleh
Allah jika dilakukan karena Allah SWT semata, bukan karena selain-Nya. niatan
ikhlas tersebut sebagai bentuk nyata dari syahadat yang diucapkannya, La
ilaha illa Allah (tiada tuhan yang wajib disembah kecuali hanya Allah) dan
niatan ikhlas tadi harus sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Rasulullah, wa
anna Muhammadan Rasulullah (dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah).
Lanjut
pertanyaan kedua, apakah orang kafir bisa memiliki nilai plus – yang Allah
janjikan kepada mukmin? Jawabannya adalah SANGAT BISA! Waktu tempat dan
kesempatan sangat terbuka sekali bagi mereka yang ingin mendapatkan nilai plus
itu. sebagaimana penjelasan pertanyaan pertama, bahwa untuk mendapatkan nilai
plus itu, seseorang harus membeli karcisnya.
Orang yang
belum berikrar meniadakan tuhan-tuhan yang lain dan menerima Tuhan yang paling
benar dan utusan-Nya yaitu Muhammad Saw, maka dia belum memiliki karcisnya. Dia
harus membeli terlebih dahulu hanya dengan mengucapkan kalimat ikrar tersebut
dan mempertahankannya sampai akhir hayat. Nabi Muhammad Saw bersabda:[2]
من
كان آخره كلامه لا إله الا الله دخل الجنة. (رواه الحاكم بإسناد صحيح)
Artinya:
“Barang
siapa pada akhir hidupnya mengucapkan kalimat “la ilaha illallah, maka pasti
masuk surga.” (HR. Al-Hakim dengan sanad yang shahih)